Friday, August 27, 2010

Motherhood : sesuci itukah?

Motherhood. Entah apa padanan kata yang tepat dalam bahasa Indonesia ya. Kalo dalam bahasa Jepang, kata 'motherhood' terdiri dari dua karakter, yaitu karakter 'ibu' dan karakter 'natur'. Jadi, kalau diterjemahkan secara harafiah, maka artinya adalah : 'natur ibu'. Tapi dalam bahasa Indonesia, gw bingung, padanan katanya apaan. Jiwa keibuan? Sifat ibu? Segala yang berhubungan dengan ibu? Sepertinya kurang pas ya. Makanya, motherhood ya diucapkan begitu saja, motherhood, tanpa diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.

Sebenarnya apa sih motherhood? Mungkin banyak definisi, tapi biarlah sekarang gw merangkainya dengan pemahaman gw sendiri. Motherhood, kalo menurut gw sih, segala hal yang berhubungan dengan pengalaman menjadi seorang ibu, mulai dari hamil, melahirkan, menyusui, ngurus anak, mendidik anak. Menyenangkah itu? Asyikkah itu?

Bener banget yang orang bilang : kita tidak akan tahu bagaimana rasanya menjadi seorang ibu, sampai kita merasakannya sendiri. Tepat banget. Bilang gw ga waras, bilang gw nista, bilang gw egois, dan sejenisnya...tapi ekstrimnya, menjadi ibu adalah : kehilangan kebebasan untuk mengatur sendiri segala yang mau kita lakukan dalam hidup ini.

Sayangnya, sedikit orang yang berani mengakui bahwa menjadi ibu adalah kehilangan hak untuk menjadi manusia bebas. Seolah2 kalo ngomong gitu, kita udah ngelakuin dosa besar karena "mengabaikan anak" dan tidak menerima kodrat sebagai seorang ibu. Rancu banget sih menurut gw mah. Soal kodrat, contohnya. Sering banget orang gampang aja ngomong masalah kodrat. Kodrat wanita, kodrat pria. Kodrat wanita adalah diam di rumah, ngurus anak, hamil, melahirkan. Kodrat pria ya di luar mencari nafkah, jadi tulang punggung keluarga. Kalo menurut gw pribadi, ini terlalu dibuat2. Kodrat itu kan maksudnya natur ya, yaitu sesuatu yang udah secara alami, udah dari sononya melekat dalam diri seseorang. Seperti misalnya, hamil, melahirkan dan menyusui, iya itu kodrat wanita. Laki2 ga mungkin bisa kan, karena tubuh laki2 kan ga punya rahim? Nahhhhhh tapi tunggu dulu. Apakah ngurus anak, cebokin anak, kasih makan anak, mandiin anak, itu adalah kodrat wanita? Apakah kerja di luaran, jadi tulang punggung keluarga, itu adalah kodrat pria? Gw pribadi, ga setuju dengan pernyataan tersebut. Menurut gw, masyarakat-lah yang membuat dikotomi2 ini. Kenapa?

Aduh, kalo bahas kenapa-nya mah....bisa panjang nih jadinya. Pasti ya nyinggung teori2 feminisme nih. Lagi rada males ngomongin yang berat2, kan baru beres kuliah semester pertama. Istirahat dulu deh gw dari feminisme and the gank. Ohya, buat yang belum tau, gw nih sekarang kuliah di Osaka University, belajar sastra perempuan dan gender. Lebih spesifiknya sih sastra perempuan jepang, karena latar belakang gw pas S1 emang sastra jepang.

Oke, sedikit sajalah, kenapa masyarakat membuat perbedaan2 alias mengkotak2kan alias mendikotomikan peran laki2 dan perempuan. Berdasarkan teori2 yang gw pelajari, konon, itu karena masyarakat ini dikuasai laki2, dan perempuan adalah second sex alias jenis kelamin kedua, trus masyarakat (=laki-laki) menciptakan wacana bahwa  keberadaan perempuan itu ada untuk menopang laki-laki untuk menjadi laki-laki, so....caranya adalah dengan membatasi gerak perempuan di ranah domestik (yaitu keluarga, atau rumah tangga), dan laki2 ada di ranah publik. Intinya adalah, kalo perempuan juga dibebasin merambah ranah publik, laki2 akan terancam dan dikhawatirkan tidak lagi bisa menguasai publik. Agak absurd emang penjelasan gw, semoga bisa dipahami ya.

Salah satu strategi untuk membatasi gerak perempuan agar tidak merambah ranah publik secara total, adalah dengan mengagung2kan motherhood itu. Dibilangnya, jadi ibu adalah kebahagiaan terbesar bagi perempuan, kalo belum hamil dan melahirkan, itu berarti belum jadi perempuan seutuhnya, kalo ga kasih ASI ekslusif, itu berarti  ibu tersebut egois dan ga mau berkorban bagi anaknya, dsb, dsb. Pokoknya, begitu kita, perempuan, masuk dalam lembaga pernikahan, trus hamil...nah di titik itulah, masyarakat melihat kita bukan lagi sebagai seorang pribadi, tapi "hanya" sebagai seorang ibu, bukan yang lain.

Gw pernah hamil satu kali dan merasakan sendiri, gimana capeknya hamil itu. Emang gw akui, ada masa2 bahagia karena gw hamil, masa2 melankolis dan bilang2 praise the Lord, God is amazing, luar biasa banget oh pengalaman ini...tak ada duanya....tapi.....ngga selamanya gw ngerasa kayak gitu. Ada masa2 gw bete banget dan pengen buru2 ngeluarin Joanna dari perut gw, karena gw udah ngerasa kayak ikan paus gitu, berat banget, ga bisa ngapa2in. Berat dalam arti sebenarnya, yaitu perut gw asli udah berat abis2an bawa2 si Joanna di dalam rahim gw, bawaannya pengen buru2 dikeluarin aja. Sampe nangis2 gw karena kesel si Joanna ga muncul2 (udah lewat tanggal due date), trus gw nangis2 gila gitu, malam2, bilang, gw udah ga tahan lagi hamil, sumpah gw udah ga tahan, please cepetan deh kontraksi kek apaan kek, biar nih bayi keluar.

Trus gw juga sebel banget, kalo orang komen, gw ga boleh bete, ntar kasian bayinya, ikut2an bete. Dalam hati, gw pengen nimpuk orang yang ngomong kayak gitu, ya ampun, ada juga yang kasian mah gw kali, wanita yang lagi hamil, lu kira enak apa bawa2 gembolan gini tiap hari? Cuma mana ada yang peduli perasaan gw, semua pusatnya adalah bayi yang ada dalam rahim. Oh lihatlah, bahkan ketika ia belum menyapa dunia pun, ia telah mengancam eksistensi kita sebagai pribadi!Dan oh please, si Joanna mana ada kasiannya berdiam di rahim gw? Tiap hari dia mah gw supply banyak makanan gitu, kayak pizza, kepiting, udang, eskrim, pokoknya makanan2 yummy semua...sejahteralah ia di dalam rahim! trus gw cemberut dikiiiiiit aja, orang uda komen : jangan bete, kasian bayinya. Pengen nimpuk ga sih lu, ke orang yang ngomong kayak gini?

Segini, gw tuh termasuk orang yang hamilnya ngga berat. Gw ga ngalamin morning sickness, gw ga ngerasa lemes, gw segar bugar terus selama hamil, nafsu makan juga edan banget, pokoknya gw tetap bisa beraktivitas normal, sejak awal kehamilan sampai melahirkan Joanna. Praktis, ngga ada kegiatan gw yang berubah atau dikurangi karena gw hamil, semua bisa dijalanin layaknya orang yang lagi ngga hamil. Tapi ngga semua orang kan, hamilnya "gampang" kayak gw? Contohnya, Ria, adik gw, dia hamil Cleo Keio, dua-duanya berat, dua-duanya morning sickness gila gitu, dan dua-duanya pake muntah2 edan tiga bulanan non stop, sampe si Ria harus masuk RS segala. Trus yang gw rasanya pengen nimpuk banget itu adalah, udah si Ria edane gitu menderitanya, masih jaaaaaaah...banyak oknum rese yang nyuruh2 Ria untuk ngga bete., tetap sukacita, tetap tersenyum, tetap bahagia...karena kalo Ria ga bahagia, bayi di dalam perut akan stress. God, ngga logic banget orang2 ini, tega banget nyuruh orang lagi muntah gila tiap hari gitu untuk tetap tersenyum, tetap ceria. Sakit jiwa itu mah namanya! Malah, kan pernah nih si Ria itu, keguguran sekali, sebelum hamil Cleo. Setelah dikuret, masa sih, ada oknum yang doain : Ampunilah Ria, karena ia menolak bayi ini, sehingga bayi ini tidak selamat. Gw tuh ada di situ pas dengar nih oknum berdoa kayak gitu. Detik itu juga rasanya mata udah pengen melotot aja, benar2 nih orang otaknya di dengkul kali ya, orang baru keguguran, malah disalahin, bukannya dihibur.Ihhhhhh....sadis abis!

Dan gw yakin, banyak Ria2 lain di luar sana, yang juga menderita karena diopresi masyarakat saat hamil. Setelah masa kehamilan selesai, anak pun lahir, dan masalah ga berhenti sampai di situ. Dimulailah malam2 panjang, begadang, menyusui, ganti diapers, kasih makan, mandiin bayi,dan sebagainya. Punya newborn, selain bahagia2 merasakan kehadiran makhluk baru, merasakan kehidupan baru, merasakan kehormatan mengasuh manusia, dsb....ada sisi menyebalkannya. Kita terisolasi dari dunia luar, ga bisa ngapa2in, karena tiap hari kerja kita sebagai ibu yang baru melahirkan, adalah : menyusui, menyusui, menyusui, dan menyusui. Oh man, gw kasih tau aja ya, lepas dari bonding2 ibu dan anak karena menyusui....hanya satu kata yang tepat untuk kegiatan menyusui ini : CAPEK! Tapi tau ga, kita, perempuan, haram hukumnya bilang capek menyusui. Kasian anaknya dong, ga dapat makanan, oh ibu berkorbanlah....nikmati masa2 menyusui, saat paling bahagia menjadi ibu....aaaaaaaaaarggggggggh!!!!! Paling males gw sama komen kayak gitu. Orang bilang, ntar kalo udah lewat masa2 menyusui, kita akan merindukan masa2 itu. Ya, waktu nyapih Joanna, emang sih gw nangis2 gila gitu karena sedih...tapi setelah lewat masa penyapihan, gila, gw ngerasa merdeka banget! Dan, sejujurnya, gw ngga mau deh kalo disuruh ngulang nyusuin lagi si Joanna. Oh tidak, cukuplah sudah masa2 begadang menghadapi newborn!

Motherhood, sebenarnya sesuci itukah wacana ini...sehingga sepertinya setiap orang di muka bumi ini selalu saja menyorot para ibu yang sedag hamil, melahirkan dan mengurus anaknya? Jika pengurusan anak tidak dilakukan sesuai dengan kaidah yang berlaku, maka itu dianggap menyimpang, dan ibu mendapat cap buruk dari masyarakat?

Baru2 ini, si Ria mengunjungi temannya yang baru ngelahirin. Dia ngunjungin dengan beberapa orang, dan di antara beberapa orang itu, katanya sih, ada dua orang yang ngerasa banget jadi ibu senior dan berpengalaman, dan ngerasa tau banget soal ngurus anak, dan mulai nasehat2in temannya yang baru ngelahirin ini. Katanya sih...dua orang ini kayak yang bangga banget gitu, karena pakar banget dalam hal melahirkan, menyusui, dan mengurus anak. Padahal juga, di antara teman2 Ria ini, ada juga yang anaknya udah banyak banget, tapi ibu yang ini diam aja, nyantai, ga ikut2an komen. Ga ngerasa motherhood adalah sebuah hal yang harus dikultuskan di sejagat raya.

Nah terus gw cerita sama James, trus dengan sok bijaknya James bilang gini :

Mereka (duo komen motherhood) seharusnya malu. Kalo seorang tentara bisa baris berbaris, itu udah biasa kan? Tapi kalo tentara jago komputer juga, itu baru luar biasa kan?

Gw jawab : Tapi kayaknya, tentara itu ngerasa bahwa mereka harus bisa baris berbaris aja, kalo bisa komputer juga, adalah haram.

Kata James : Nah, di situlah salahnya. Coba bayangin, seandainya tentara terperangkap di hutan, trus ga tau jalan keluar, tau2 dia nemuin satu komputer di tengah hutan itu (agak ga logic emang ini), dan dia ga bisa mengoperasikannya, padahal kalo bisa mengoperasikannya, komputer itulah yang akan menghubungkan dia dengan dunia luar, sehingga dia bisa cari jalan keluar.

Gw tanggapi : Jadi maksudnya, jangan "terperangkap" hanya pada satu peran aja gitu, karena jika kita terlalu menggantungkan diri pada satu hal saja, maka kita akan terperangkap di dalamnya dan ga akan bisa berkembang?

Kata James : Nah, itulah, tau kan yang kumaksud?

Menjadi seorang ibu memang pengalaman yang luar biasa. Dan gw bersyukur, gw punya seorang anak, darah daging gw sendiri. Gw hamil, melahirkan, dan merawat Joanna hingga dia sekarang mencapai umur 3 tahun. Tapi oh...apakah hidup gw hanyalah untuk Joanna saja? Dengan tegas gw katakan, tidak. Ada kebahagiaan lain yang gw rasakan, sebuah kebahagiaan saat gw menemukan diri gw sendiri, tanpa embel-embel peran ibu dan istri, saat gw bisa egois melakukan apa yang gw suka. Kebahagiaan itu hanya milik gw dan gw ngga usah membaginya dengan orang lain. Itu adalah saat2 gw berasa di kampus, merasakah hidup lain selain ngurus anak dan suami. Saat itu gw merasa fullfilled sebagai Rouli yang Rouli, bukan sebagai Rouli ibu Joanna atau Rouli istri James.

Banyak cara untuk tetap mempertahankan kedirian kita, saat masyarakat berusaha menguburnya dalam-dalam, di dalam satu peran bernama 'ibu'. Itu ngga usah selalu dengan berkarir, punya kerja kantoran, atau sekolah lagi. Bahkan melakukan hobby atau hal yang kita sukai pun, sudah cukup untuk mengeluarkan the other side of me, yang ngga selalu berkorban terus2an demi anak. Jangan terlalu memberikan diri kita semuanya untuk satu hal. Too fully devoted to one thing, surely will damage yourself. You'll be a slave of your own ideology, and you'll never enjoy a thing called : FREEDOM.

Motherhood emang penting, tapi bukanlah satu hal suci yang perlu diagung-agungkan sampai gimana banget. Motherhood hanya satu dari sekian banyak peran yang kita mainkan. Dan jika kita, para perempuan yang udah jadi ibu, ngerasa bete abis ngurus anak, kesel karena anak ngeganggu aktivitas kita, ngerasa capek abis karena urusan nyebokin, kasih makan anak, nyusuin anak ga ada abis2nya....apa yang salah dengan itu? Justru itu sangat normal, tanda kita emang beneran human being. After all, siapa sih yang tahan terus2an mengorbankan diri sendiri demi orang lain? Maka, pengkultusan motherhood yang sampai bikin para perempuan ga lagi punya jati diri lain selain "hanya" jadi ibu, adalah : bentuk opresi terhadap para ibu.

Untuk setiap ibu yang berani menjadi diri sendiri ketika masyarakat berusaha mati-matian mengubur jati diri kita dalam satu peran bernama ibu : SALUT! dari lubuk hati yang terdalam. Ngga gampang emang, tapi yang pasti, lebih membahagiakan daripada menekan diri sendiri. Akan hal itu aku yakin sepenuhnya.

Thursday, August 26, 2010

Thank God, semester pertama berakhir resmi hari ini!

LEGA bukan kepalang. Semester pertama master tahun pertama, selesai secara resmi hari ini. Alhamdulilah! Makalah semua udah dikumpulin, kuliah udah berakhir. Lega banget, sumpah. Bisa nyantai ga perlu belajar, sampai bulan Oktober 2010. Lho jadi mau ngapain selama sebulan ntar? Ngapain? Pulang kampung ke Bogor layawwwww.....yaaaaaaaaiiiii!!!! Udah kebayang jjs di elos, giant, makan di Pak Ewok, simpang raya, dunia baru, batagor bogor baru, bla bla bla....pokoknya tiap hari harus jajan...trus relaksasi di Nanda sehat, luluran, potong rambut, creambath, facial, pokoknya bersantai2 ria-lah. 1,5 tahun gw di jepang, ga pernah sekalipun potong rambut, karena tarif potram di sini parah, sekali potong, kalo dikurs ke rupiah, ada kali 300.000an. Ogah gw mah.

Gw udah khawatir, bakal disuruh bikin makalah lagi untuk kuliah semester pendek selama 4 hari ini, tapi ternyata ngga, gila, asli berkah banget, bayangin aja, asal kita rajin hadir, langsung dikasih nilai, ga ada makalah2an. Langsung dapat gw 2 SKS without ngerjain apa2. Kuliah semester pendeknya menarik banget, banyak hal2 baru yang diajarkan. Temanya aja seru, "seksualitas dalam karya sastra". Yang ngajar, Prof dari Nagoya University, namanya Tsuboi Hideto. Orangnya pinter banget tapi down to earth banget. Kuliah berkualitas banget nih, asli, sampe gw ngerasa, ga rugi nunda kepulangan ke Indonesia, demi ngikutin kuliah ini. Banyak banget hal2 baru yang gw pelajari dari kuliah ini. Ntar ya gw ceritain dikit2, sekarang males nulis yang berat2 soalnya. Kayak bukan kuliah sih, kayak simposium empat hari gitu malah, tapi kita ngga usah bayar, malah dapat 2 SKS. Beliau tuh tahun depan akan menerbitkan buku berjudul "Seksualitas dalam karya sastra", nah materi yang diajarin ke kita itu, ya dari buku yang akan diterbitkan itu. Asyik banget kan, sebelum bukunya terbit, kita udah dapatin isinya duluan. Yang ikut kuliah ini, dapat priviledge, tau pertama kali informasi penting dari buku itu, sebelum tuh buku terbit, dan tau langsung dari pengarangnya. Benar2 berharga banget. Bisa dibilang, ini adalah "berkat di dalam dunia pendidikan" (bahasa yang agak aneh).

Seminggu ke depan, sebelum pulkam tanggal 2 Sept, gw mesti beres2in beberapa urusan lagi, terutama handover pekerjaan sampingan. Tapi, setidak2nya, urusan paling penting bagi gw selama di Jepang, yaitu kuliah, udah terselesaikan dengan selamat, untuk satu semester ini. Tinggal nunggu nilai2nya, mudah2an IP gw bagus deh.

Bener2 puji syukur alhamdulilah halleluya, Daphne udah keluar dari RS dan menunjukkan pemulihan kesehatan yang signifikan. Gw doain biar pulih total 100 persen ya Ne. Thank God banget2. Jujur, pas denger cerita elu kecelakaan dari Ria, gw udah takut abis2an, kalo elu kenapa2, asli gw ngeri banget. Syukur banget, elu selamat. Mujizat banget nih ya Ne. Selain pertolongan Tuhan, pasti ini karena elu berjuang keras melawan efek2 kecelakaan ini. "Just do your best and let GOD work in it" emang terbukti kembali kebenarannya. Thank God, sekali lagi....thank God banget2. Asli alhamdulilah abis2an (3A dooong, gariiiiiing ga gw? bangeeeet, gw aja ngerasa gw crunchy abis!)

Untuk Icha dan Nanda : tetap semangat! dan untuk Ria : selamat berjuang kuliah, romusha dong ya elu sekarang...budak ilmu iya, budak seumur hidup iya, budak gereja iya....asal jangan jadi budak setan aja dehhh~! (ekstrim.com)

Saturday, August 21, 2010

Selingkuh itu indah (benarkah?)

Ga tau siapa yang mempopulerkan ungkapan ini, tapi kayaknya sering aja denger kata2 "selingkuh itu indah", terutama kalo lagi marak gosip2 seleb pada kawin cerai karena orang ketiga. Tapi, benarkah beneran indah?Yang mau gw bahas di sini, adalah selingkuh dalam konteks seseorang sudah menikah atau dia menjalin hubungan dengan orang yang sudah menikah. Kalo selingkuh dalam konteks pasangan yang masih pacaran aja dan belum nikah, itu mah menurut gw sah2 aja, namanya orang belum nikah, kan, masih milih2, masih belum terikat, masih bisa bebas mau jalan dengan siapa aja. Nahhhhh...tapi ketika ada sebuah hubungan lain di tengah2 pernikahan, itulah titik awal perselingkuhan dimulai.

Lagi2, kenapa gw terpikir menuliskan hal ini, adalah karena efek gw membaca "The Waiting Years". Ampun deh itu novel, tokoh2nya asli menghantui gw, masa sih gw mesti menjalani hidup dengan terus2an merasa kasihan pada ketidakberdayaan Tomo, Yumi dan Suga, dan terus2an ingin nimpuk Yukitomo? Yeahhhh....di novel ini, emang asli edan, si Yukitomo tuh bukan selingkuh ditutup2in hubungannya dengan istri lain selain istri sah, tapi ini mah malah disuruh tinggal satu rumah, selir2 dan istri sah. Dari situ aja udah ketauan banget deh kadalnya nih laki2. Cerita dibuka dari Yukitomo yang saat itu berusia 40an tahun, yang tau2 kepengen punya selir. Gw tebak, tokoh ini mengalami puber kedua, tapi dia emang asli sinting, udah 70an pun, tetap aja doyan cewek daun muda, istri anaknya aja diajakin berhubungan intim. Dan yang gw ga abis pikir, cewek2 di novel ini, kayak yang tergila2 gitu sama Yukitomo, ya tergila2, ya ga berdaya, ya memohon2 cinta....emang si Yukitomo ini digambarin lihai banget menaklukkan hati perempuan. Makanya, biar udah 70an tahun juga, tetap aja dia punya pesona.

Dari situ gw jadi terpikir, emang pada dasarnya, manusia tuh ga pernah puas sama satu pasangan aja kali ya? Kalo bisa punya dua, ya dua, kalo tiga, ya lebih bagus, biar ada variasi. Entahlah. Tapi, memang satu hal yang harus diakui, pernikahan itu beda jauh abis2an sama pacaran. Oke, oke, oke, majalah2 gaya hidup sering banget ngebahas tentang "hubungan yang tetap mesra di dalam pernikahan", "tetap membara di usia 50" (api kali yeee, membara?), "100 tips menjaga kerukunan dalam rumah tangga" (salah satunya pasti deh : ajaklah pasangan ber-candle light dinner di tepi danau), dsb, dsb. Tapi, apakah benar, hidup nyata itu "seideal" yang digambarkan dalam majalah2 gaya hidup? Gw, sebagai orang yang sudah menikah 5 tahun (belum ada apa2nya emang, tapi thank God bangetlah, bisa menjalani 5 tahun ini dengan James dan ada Joanna juga di antara kita), dengan tegas menyatakan, apa yang tertulis di majalah2 gaya hidup itu, basi semuanya. Gimana ya, contohnya aja gw dan James, udah hidup bersama2 selama 5 tahun, dari yang awal2nya senang2 pengantin muda ga ada beban, trus gw hamil, ngelahirin Joanna, trus kita berdua jadi ortu, trus hijrah ke Jepang ini...kalo mau jujur2an mah, sekarang gw ga ngerasain cinta menggebu2 yang bikin kita ga bisa tidur gitu, yang bikin kita jadi ga bisa mikirin hal lain lagi selain cinta. Ya tentu saja gw mencintai suami gw dan suami gw juga pastinya mencintai gw, tapi hubungan kita sekarang tuh lebih kayak teman, partner hidup dalam menjalani suka duka kehidupan. Gw yakin, sedikit banyak, pasangan yang telah menikah, pasti merasakan hal yang sama.

Nah, permasalahannya adalah, kita nih suka ga mau nerima kenyataan, bahwa kita telah menikah, ngga lagi dalam tahap pacaran. Kita suka ga ikhlas, bahwa masa2 pacaran itu udah lewat, sekarang nih kita ga bisa hanya ngandalin cinta aja, kita butuh komitmen, kompromi, kesetiaan dan tanggungjawab untuk menjaga bahtera rumah tangga. Sayangnya, kita suka salah kaprah, bahwa kalo udah ga ada cinta menggebu2 lagi dengan pasangan kita, itu berarti kita udah beku sama dia, udah ga cocok lagi sama dia, dan udah saatnya kita nyari2 lagi yang baru (padahal kita udah menikah). Dan, akhirnya, entah gimana, entah bagaimana, tau2 aja kita kenalan dengan laki2/perempuan lain, menjalin hubungan, dan tidak terasa, tau2 kita telah masuk dalam hubungan perselingkuhan. Gw rasa, itu juga tuh yang terjadi sama pasangan2 artis ibukota. Anang-Kris Dayanti, pas awal nikah, gilaaaaaaaaa.....gembar gembor cinta banget, kan mereka? Inget banget gw dengan album mereka pas jaman mereka masih pengantin baru,

"Cintailah diriku untuk selamanya, milikilah diriku untuk selamanya, hapuslah semua rasa curiga, hapuslah semua rasa tak percaya...di antara kita..."

(Sumpah gw bukan penggemar Anang-Kris Dayanti, tapi kalo gw yang bukan penggemar aja sampe hapal nih syair lagu, berarti emang edan banget kan gembar gembor cinta mereka di kala awal mereka menikah?)

Tapi, lihatlah apa yang terjadi 10 tahunan lebih kemudian. Bercerailah mereka. Dan itu diduga keras, karena Kris Dayanti, berhubungan dengan laki2 lain bernama Raul Lemos (bener ya ini namanya?). Gw pikir si Raul ganteng, ternyata, my oh my, ngga banget deh. Tapi kalo menurut Kris Dayanti mah, tatapan mata Raul lembut banget (hahhhhh? susah, orang lagi jatuh cinta mah). Satu pernyataan menarik dari Kris Dayanti tentang Raul adalah : "Raul membuat saya jatuh cinta lagi". Waktu gw ngedenger Kris Dayanti ngomong gini (huehehehe, gw nonton di youtube setelah dimarah2in Shandeeee...pulang ke rumah, nyari hiburannya mantengin infotainment Indonesia, hahaha), langsung terbersit di otak gw gini, "What a pitty deh lu, Kris Dayanti. Perasaan aja elu pentingin. Coba deh, ntar kalo beneran akhirnya elu nikah sama Raul...taruhlah, 5 tahun kemudian dari sekarang, bisa ga elu masih bilang, Raul membuat saya jatuh cinta lagi?".  Karena, perasaan manusia itu sebenarnya sangat labil, mudah berubah2 dan ngga absolut, maka memutuskan hubungan dengan suami atau istri, dan berpindah pada laki2 atau perempuan lain, hanya karena masalah laki2 atau perempuan lain ini membuat saya jatuh cinta lagi....menurut gw, itu bukanlah alasan yang kuat.

Tentu saja selingkuh itu indah. Ya, karena di situ tidak ada tanggungjawab, tidak ada ikatan sebagai suami, istri, ayah atau ibu, tidak ada beban kehidupan yang harus kita pikirkan. Hubungan perselingkuhan itu seperti tempat pelarian sesaat dari rutinitas sehari2 yang kerap kali menjemukan. Di dalam hubungan tanpa tanggungjawab ini, kita dapat menemukan ego kita diangkat, keakuan kita dipuja, dan kita adalah pemeran utama di dalam dunia yang kita ciptakan sendiri itu. Dunia yang sempit dan eksklusif, karena isinya hanya kita dan sang selingkuhan. Namun, benarkah ini indah?

Untuk sesaat, mungkin iya, selingkuh itu indah. Tapi, sebenarnya, adalah sangat berbahaya, melandaskan hidup pada perasaan semata. Karena, perasaan manusia itu sangat2 labil. Hari ini bilang cinta, besok bilang benci, besoknya ga tau lagi bilang apa.

Tentu terserah2 aja, siapa pun silakan aja selingkuh, siapapun silakan aja kawin cerai, gw ga punya hak untuk melarang. Emang siapa gw? Hanya, kalo gw pribadi, berprinsip, gw udah memutuskan untuk menikah dan menghabiskam sisa hidup gw dengan suami gw. Setelah 5 tahun menikah, memang gw ga ngerasain cinta menggebu2 ala orang pacaran, tapi itu ngga masalah untuk gw. Gw juga ga akan maksa James untuk beli2in gw hadiah-lah, kasih kejutan-lah, candle light dinner  di tepi danau-lah, dan sejenis2nya itu. Gw mencintai suami gw, dan suami gw juga pastinya mencintai gw, dengan cara yang sederhana dan terjawantahkan dalam keseharian. Bukan yang bombastis kayak di majalah2 gaya hidup itu. Ya udah, santai ajalah, beres kan. James tuh pernah bilang, orang2 tuh suka ga mau nerima kenyataan. Namanya nikah ya pasti beda sama pas masih pacaran. Makanya, ketika mendapati pasangan hidup ngga sama kayak pas pacaran, langsung aja jadi mutung dan mulai nyari2 yang lain. Padahal, ya jelas2 bedalah, ga bisa disamain, nikah dan pacaran. Kenapa sih, ngga diterima aja, bahwa pernikahan tuh ngga selalu yang romnatis2an, tapi tidak adanya situasi2 romantis itu kan bukan berarti kita ga saling mencintai?

Iya, itu bener banget sih menurut gw. Justru ngeri, kalo udah nikah, tapi masih mengedepankan romantisme di atas segalanya. Seolah kita ingin terus hidup dalam mimpi dan merasa gamang ketika melihat kenyataan tidaklah seperti itu.

Memang, jika pasangan mengopresi kita, entah itu melakukan KDRT, atau marital rape, atau hal2 lain semacam itu, yang bikin pernikahan ga bisa dipertahankan, ya itu wajar kalo akhirnya kita nyari "pelarian" ke laki-laki atau perempuan lain. Tapi, kalo alasannya itu kayak Kris Dayanti? Hmmm, I doubt it.

Selingkuh itu indah...benarkah? Iya, benar, jika memang kita, manusia2 yang telah menikah ini, ingin terus2an hidup dalam mimpi dan tidak mau bangun mengalami kehidupan nyata. Pertanyaannya adalah : jika memang tidak mau mengalami hidup nyata, untuk apa kita memutuskan untuk menikah?

Siap-siap aja 70 kg

Oh great, oh yeeeeeeeahhhhh....

Gw nimbang BB, ternyata udah melonjak jadi 65,3 kg. Terakhir nimbang tuh gw 64,3 kg. Emang dari bulan April, gw udah ga diet2an lagi, males abis gilaaaaaaa, udah tersiksa gw di sini, ngapain gw nyiksa diri dengan lebih kejam lagi? Bayangin masa2 gw makan natto (fermented beans), nasi dikit abis, dan miso shiru (sop tauco) aja udah males banget gw. Tapi dari april-juli, gw tuh "ketolong" karena ada kuliah Shandeeeeee, ancur abis nih kuliah, asli bikin gw stress, itu bikin gw udah makan banyak banget juga, malah BB gw turun 3 kg, without doing anything, kecuali olahraga otak, hahahahaha.....stress abis gw emang, sama si Shandeeee....

Tapi masuk bulan Agustus, kuliah Shandeee kan udah ga ada, gw banyakan juga diem di rumah, ga ngayuh sepeda lagi ke kampus, karena kuliah libur kan. Emang gw di rumah udah kayak mau mati gitu ngerjain makalah ga berhenti2, tapi secara fisik, gw ga banyak gerak, karena ya gw diem aja duduk di depan laptop, ngetik, mikir, bukan bakar kalori dengan berolahraga. Dan karena gw stress abis berada dalam dunia spartan ngerjain makalah, akhirnya malam2 tuh gw menghibur diri dengan makan gila2an, ngemil pastinyeeeeee. dan tau dong perut gw, ga ngerti deh, dari jaman dulu, ga pernah kenyang.

Dan akhirnyaaaaa....tadi gw nimbang BB gw di mall (nimbang aja di mall, ga modal amat kan gw), dan ternyata udah naik 1 kg dibanding bulan lalu. Padahal 2 minggu lagi gw mau mudik dan mau makan kayak orgil gitu....prediksi gw naik 5 kg, berarti BB gw 70 kg deh, pulang2 dari Indonesia ntar.

Oke, jalan satu2nya adalah, ambillah kuliah Shandeeee, demi pengurusan badan secara alami. Cuma, kabarnya, kuliah beliau semester depan ga sesusah yang semester ini, jadi kayaknya kurang bisa diharapkan menguruskan badan gw nih. Lagian gw juga udah males ngambil kuliah beliau, yang sastra amrik2 gitu, mending gw ambil kuliah yang hubungannya sama sastra jepang, biar gw lebih fokus. Biar gimanapun juga, gw kan majornya sastra jepang, kalo terlalu menclak menclok sana sini, akhirnya di masa depan, gw bisa2 ga punya kepakaran. Oke, ntar gw telaah dululah, kuliah apa yang bisa bikin gw jadi kurus.

Cuma emang mau ga mau, kayaknya mesti balik diet lagi nih. Turun 2 kg, jadi pait2nya ntar naik 5 kg, masih 68 kg. Bisa ga ya 2 minggu? Kalo diet ketat bisa pastinya. Cuma niat gw kurang banget, asli. Baiklah, gw coba membenahi mental gw dulu, biar ga manja nurutin hawa nafsu duniawi yang menggebu2, yaitu MAKAN.

Friday, August 20, 2010

Watashi no sensei (guru saya)

Sebenarnya udah lama pengen nulis postingan tentang dosen pembimbing gw, waktu gw kuliah S2 di Kajian Jepang UI, yaitu Ibu Kazuko. Hanya, kalo nulisnya di notes FB...ntar ga enak juga, dibaca sama dosen2 gw yang lain, yang punya FB juga. Trus dibaca rekan2 kerja di LIA dulu, kesannya kan carmuk banget gw. Padahal mah ini bukan carmuk, ini emang yang gw rasakan.

Sesuai dengan namanya, pasti bisa nebak, bahwa beliau adalah orang Jepang. Iya, emang beliau orang Jepang asli, tapi nikah sama orang Indonesia dan udah pindah kewarganegaraan juga, jadi WNI. Beliau itu tadinya dosen tetap jurusan bahasa Jepang di STBA LIA Jakarta, trus resign, jadi dosen ga tetap di STBA LIA, trus jadi dosen ga tetap juga di Kajian Jepang UI dan S2 Susastra UI. Umurnya, kalo ga salah, 60 tahun deh, beda hampir 30 tahunan dengan gw.

Dari SD sampe kuliah, gw diajar oleh bermacam-macam guru, ada yang menyebalkan, ada juga yang menyenangkan, ada yang bikin gw bete, ada yang bikin gw kagum, tapi yang paling gw rasakan hubungan yang mendalam antara guru dan murid, adalah dengan Ibu Kazuko, pembimbing gw pas ngerjain tesis S2 di Indonesia. Kenapa? Karena beliau itu down to earth abis, sangat menghargai sesama manusia dan emang jiwanya tuh jiwa guru banget, yang mau mencerahkan mahasiswanya.

Yang ngerjain skripsi atau tesis, pasti tau rasanya gimana ngejar2 dosen pembimbing. Kalo pas kita dapetnya yang enak, ya asyiklah, ngehubunginnya gampang, diajak ketemuan juga ga sok jual mahal, trus kalo ngerjain skripsi atau tesis, beliau mau kasih arahan dan bimbingan, kalaupun salah atau kurang bagus atau garing, ya diarahin biar lebih mantap tuh gimana. Tapi, ada juga kan dosen yang suka rese sok selebritis, yang susah banget dihubungin, email, sms, telpon juga ga dibalas, udah ngerjain capek2, disalah2in aja gitu, tapi ga dikasih tau salahnya di mana. Tau ga, pernah ada teman gw punya pembimbing skripsi model rese kayak gitu, ya ampun, dia tuh sampe mencret2 tiap kali mau bimbingan saking stressnya. Mana ngudak nih dosen jauh banget lagiiiii, udah diudak gitu, tau2 dibatalin janji ketemuannya, bener2 mau marah ga sih sama yang kayak gini? Itu mah bukan dosen pembimbing, kali, tapi dosen penyesat.

Untunglah sejauh ini, gw belum pernah  berurusan dengan dosen model rese kayak gitu. Dan mendapatkan Ibu Kazuko sebagai pembimbing tesis gw, sumpah, itu adalah salah satu anugerah tiada tara dalam hidup gw (bukan lebay.com nih). Sebagai pembimbing, beliau baik banget dan mau ngebimbing gw dari awal. Beliau juga yang menyemangati gw untuk ngajar telaah puisi di jurusan bahasa jepang STBA LIA. Skripsi S1 dan S2 gw di Indonesia emang tentang puisi, baru sekarang aja  nih pas lanjut kuliah di Jepang, gw ganti arah, jadi ngebahas novel, lebih tepatnya sih tentang sastra perempuan. Tapi gw tetap mencintai puisi kok.

Trus, waktu gw bilang rencana gw mau ngelamar beasiswa mombusho untuk belajar pascasarjana di Jepang, beliau ngedukung banget. Di tengah2 banyak banget yang protes dan ngata2in gw egois karena kalo keterima, gw bakal ninggalin J dan J dulu selama beberapa bulan dan bikin James kehilangan pekerjaan,  beliau bilang, "Rouli, nihon he shingaku suru kiboo wa subarashii koto desu" (Rouli, harapan kamu untuk lanjutin studi di Jepang adalah hal yang luar biasa). Trus beliau nyariin gw profesor, abis2an tuh dicariin sama beliau. Meski akhirnya gw tidak memakai profesor2 yang dikasih tau beliau (soalnya, bidang para prof ini bukan sastra dan gender, padahal gw maunya ya belajar sastra perempuan jepang dan sebisa mungkin, gw berharap prof gw di jepang adalah seorang perempuan...karena gw kan kuliah bakal bawa anak dan suami, takutnya kalo prof-nya cowok, ntar beliau ga ngerti ribet2nya jadi istri dan ibu, yang tau2 kita ga bisa kuliah karena anak sakitlah, apalah, tapi kalo prof gw perempuan, kan bisa lebih ngerti alasan "cermen" kayak anak sakit), tetap aja gw berterima kasih, beliau nyariin segitu banyak.

Begitu gw udah di Jepang pun, setiap kali bliau datang ke Jepang (ngunjungin ibunya yang orang Jepang), beliau pasti bilang dan kontak gw untuk ketemuan. Beliau nanyain, gw perlu apa dari Indonesia, apa ada yang mau dititip, dll. Nah, pernah nih, gw nitip ke Ria, tapi masalahnya, waktu itu ga ada yang bisa nganterin tuh barang2 titipan ke rumah beliau. Gw udah bilang ke Ibu Kazuko, kalo ternyata adik saya ga bisa bawain, ga jadi nitip juga ga apa2. Akhirnya sih emang Ria bisa bawain tuh titipan (yang bawain Ko Andy si malaikat sih), tapi sebelum akhirnya tuh titipan bisa dibawa, beliau bilang, kalo ga bisa dibawa titipannya, bilang aja apa yang mau dititip, ntar biar saya yang beliin di supermarket. Ya ampun, ini teh dosen, mau2nya beliin barang titipan murid di supermarket, segitu beliau yang nawarin, pula.

Waktu Joanna mau masuk daycare, itu pas bertepatan dengan beliau ada di Jepang. Trus pas gw ketemu beliau di Kinokuniya Umeda (toko buku, kita janjian ketemu di situ), beliau bilang, ada di bagian buku anak2. Oh, gw pikir, paling mau beliin buku untuk cucunya. Begitu gw nyamperin, beliau nanya, "Joanna chan, donna hon ga suki? Shigatsu ni nyuuen shimasu yo ne. Nani ka agetai to omotte..." (Joanna suka buku yang kayak gimana? Kan bulan april mau masuk sekolah ya? Saya ingin kasih dia sesuatu...). Gila, terharu abis gw! Apalagi itu dikasihnya ketika gw lagi galau2nya mikir gimana nih Joanna, bisa survive ga dia di daycare Jepang...hmmmm, dua buku anak-anak dari beliau untuk Joanna, cukup memberikan penghiburan untuk gw.

Pas gw lagi stress2 kuliah gitu, beliau email gw, bilang jangan maksain, jangan terburu-buru, tenang aja, pasti Tuhan ga akan ngasih hal yang mustahil untuk kita lalui. Semua udah diatur porsinya masing2. Pas baca tuh email, gw lagi bete banget, sumpah, trus ga enak badan, kepikiran mau bolos kuliah aja, tapi baca email itu, gw akhirnya pergi kuliah juga karena kan katanya, pasti ga mustahil, kita bisa mikul beban kita karena udah diatur porsinya sama Tuhan?

Trus, setiap rencana penelitian atau makalah gw, itu kan semua mesti ditulis dalam bahasa Jepang. Nah, gw kan bukan native, apalagi ini bahasa jepang akademik, masa katro sih bikinnya. Ya gw sih bikin sebisa gw, nulis semampu gw, tapi tetap aja kan, kalo makalah akhir semester atau proposal penelitian, masa ditulis dengan bahasa jepang amburadul. Namanya bukan native, bahasa jepang kita tuh kadang jadi ngga alami, aneh gitu, karena kita ga bisa nemuinj padanan kata yang pas. Sebelum dikumpulin ke dosen yang bersangkutan, gw biasanya minta Ibu Kazuko untuk ngecek bahasa jepang gw. Ya, kalo hanya satu dua mah mungkin masih ga apa2 ya. Tapi bulan ini, gw udah ngirim 3 makalah untuk dicek, itu juga bakal nambah satu makalah lagi untuk tugas akhir kuliah semester pendek minggu depan, jadi total, dalam sebulan gw minta dicek 4 makalah, berarti seminggu sekali beliau meriksa bahasa jepang makalah gw. Gw tuh udah ga enak abis mintanya, sampai akhirnya pas mau minta diperiksa yang keempat ini, gw bilang, beneran, kalo sensei ga bisa, bilang aja, asli ga apa2. Gw sangat maklum beliau pasti kan banyak urusan lain juga, bukannya mengabdikan diri ngecek makalah2 gw itu. Apalagi, beliau itu sampai bawa2 laptop ke Singapore demi ngcek makalah gw di tengah2 nemanin suaminya yang lagi berobat. Ya ampun, ampun banget deh, apakah gw segini berharganya untuk menerima kebaikan seperti itu? Trus beliau balas email gw, bilang, "Yonbanme no repooto mo okuttekudasai. Watashi wa gambatte chekku shimasukara, Rouli mo gambattekudasaine." (Tidak apa-apa, makalah yang keempat juga kirim saja ke sini. Saya akan berjuang memeriksanya, jadi Rouli juga berjuang ya). Cieeee...ini khas drama2 jepang banget ga sih? Kalo ga ada gambaru2an, belum sah rasanya.

Sensei itu, dalam karakter tulisan Jepang, terdiri dari dua karakter, yaitu kanji saki dan kanji ikiru. Saki itu artinya terlebih dulu, ikiru itu artinya hidup. Jadi, secara harafiah, sensei itu artinya : orang yang hidup terlebih dulu, berarti sensei (guru) adalah orang yang memberikan teladan, karena hidup lebih dulu daripada murid2nya, orang yang punya kewajiban membimbing, mencerahkan, jadi tempat bertanya.

Waktu gw mau berangkat ke Jepang, gw menulis email pada beliau. Gw masih ingat banget isinya.

"Sensei, iro iro arigatoo gozaimashita. Sensei wa watashi ni sensei no seishin wo oshietekudasaimashita. Kore kara mo yoroshiku onegaishimasu." (Sensei, terima kasih banyak. Sensei telah mengajarkan pada saya, jiwa seorang guru. Mulai sekarang pun, saya mohon bantuannya). Cieeee, lagi2, drama jepang banget ga sih ini?

Kita tidak bisa memilih, dengan siapa kita akan bertemu, dengan siapa kita akan menjalin hubungan. Itu semua udah dirancang oleh Tuhan. Akan hal ini, gw yakin sepenuhnya. Dan gw bersyukur, dari sekian banyak pertemuan gw dengan berbagai macam orang, satu yang datang, mengisi, mencerahkan dan membuat gw berkembang, adalah pertemuan gw dengan Ibu Kazuko. Dengannya gw pertama kali merasakan, betapa indahnya hubungan antara guru dan murid, jika benar-benar dilandasi dengan jiwa "sensei" (orang yang hidup terlebih dahulu) dan jiwa "gakusei" (murid dalam bahasa jepang, jika diartikan secara harafiah, artinya adalah orang yang hidup untuk belajar : gabungan dua karakter : karakter "manabu" (belajar) dan karakter "ikiru" (hidup)).

Sensei, konna subarashii deai wo keikensasetekudasatte, kokoro kara kansha shiteorimasu. Itsumademo watashi no sensei ni nattekudasai.  (Sensei, saya berterima kasih dari lubuk hati saya yang paling dalam, karena sensei telah membuat saya mengalami pertemuan yang sangat luar biasa seperti ini. Saya minta, tetaplah menjadi sensei saya selama-lamanya).

Oh yeeeee...akhirnya rampung juga "The Waiting Years"!

Gileeeeee.....

Baru hari ini gw bisa bernapas lega. Total 24 jam lebih gw ngerjain makalah "The Waiting Years", bener2 mesti waiting lama banget ya, sampe akhirnya selesai. Total semuanya 10 lembar, berarti untuk satu halaman aja, kira2 gw butuh 2,5 jam untuk menuliskannya. Yahhhh bilanglah gw lemot, mikirnya lama....tapi akhirnya selesai juga, thank God, lega gw. Sekarang udah gw kirim ke Bu Kazuko untuk dicek bahasa jepangnya, due date ngasih ke Prof Hirata sih tanggal 25 Agustus, jadi masih cukup waktulah.

Gw baru menemukan novel kayak TWY ini. 225 halaman, dan isinya padat banget, semuanya penting, sampai bingung mana yang mau diangkat dan dibahas. Selain itu, tiap katanya juga punya makna, makanya ga bisa main2 bacanya. Melelahkan, tapi jujur gw akui, ini adalah buku yang benar2 bikin gw terhanyut abis sama tokoh2nya. Hari ini aja gw masih terus mikirin Tomo dan Yukitomo nihhhh, trus selir ga berdaya, si Suga dan Yumi....ga tau deh sampai kapan. Lama2 gw merasa, mereka2 ini seperti menghantui gw, hiiiiii serem!

Setelah makalah selesai, sayangnya ga bisa gw langsung nyantai. Ntar malam mesti ngajar bahasa Indonesia, kerja sampingan, yang mana sebenarnya gw malas melakukannya. Trus, mulai senin-kamis, ada kuliah semester pendek, spartan dari pagi sampai sore. Di sini, semester pendeknya bukan untuk her mata kuliah yang jelek, tapi bener2 kuliah baru, jadi ikut kuliah 4 hari, bisa dapat 2 SKS. Kan lumayan tuh. Kuliahnya cukup berat, yang ngajar Prof dari Nagoya University, tentang seksualitas dalam karya sastra jepang. Buku2 yang mesti dibaca banyak, kan malu kalo ketauan gobloknya ya di kuliah ini? Untung dari antara buku2 yang harus dibaca, ada dua komik erotis, nah ini dululah yang gw baca, baru yang susah2. Sumpah, gw ga pernah baca komik erotis lho, 32 tahun gw hidup, inilah dua komik erotis pertama yang akan aku baca, hahahahaha.

Senin pagi, minggu depan, mesti ke Namba (jaraknya 1 jam'an dari tempat gw tinggal), ngenalin teman gw ke tempat penyelenggara kerja sampingan. Nah teman gw ini yang akan gantiin gw ngajar materi ujian jepang untuk para perawat Indonesia, selama gw mudik. Ntar kalo balik lagi, kita berdua akan share kerjaan ini, jadi gw ngajar seminggu sekali aja. Yang ngajar bahasa Indonesia di Toyonaka (15 menit dari tempat gw tinggal), juga mau gw drop ke teman gw yang lain, biar waktu gw agak longgaran dikit. Gila, semester ini spartan abis gw, kuliah, kerja sampingan, ngurus rumah. Kurus asli gw, kayak penyakitan gitu jadinya.  Emang gw butuh duit abis, tapi ga usahlah sampe membabi buta gini, toh tujuan utama gw kesini kan kuliah, dibayarin pula sama pemerintah, masa ga bertanggungjawab? Jadi gw putuskan untuk share kerja sampingan ngajar perawat dan ngedrop ngajar bahasa Indonesia ke teman yang lain. After all, eventhough money is important, it's not everything for me. Waktu bersama J dan J, dan kelegaan sesaat karena ada waktu luang tuh sesuatu yang ga bsa dibeli pakai uang, gila. Jadi, ya saya putuskan untuk mengurangi kerjaan2 sampingan ini dan fokus pada hal2 utama.

Lagi sedih abis, si Daphne kecelakaan. Shit, knapa dia harus mengalami kecelakaan? Aku tidak suka dengan keadaan ini. Ohhhh Tuhan, tolonglah Daphne, buatlah ia baik2 saja....please....aku mohon ya Tuhan, tolonglah, tolonglah, tolonglahhhhhhhhhhhhh........

Untuk Nanda, ohhhh terima kasih karena sudah membuat sebuat tulisan dengan judul nama gw, "Rouli". Iya, ya bener banget yang elu bilang, knapa hidup itu digunakan kata kerjanya "menjalani", ya karena hidup itu kan sebuah proses ya, tertatih2 jungkir balik dijalani pelan2, ga ada yang instan. Bener banget tuh yang elu bilang, jenius! Iya bener, gw kan ga bawa orang lain ikutan nganggur di sini, gw juga ga minta dibayarin sama mereka, ya ngapain juga mikirin orang2 rese itu? The rese'ers are always there and there, just to point out their finger in front of us, a sign showing us exactly, that they are not brave enough to live, very coward to take even a one single step in their own house!

Untuk Ria, tertatih2lah dan menangis2lah dalam melangkah, karena justru orang yang langkahnya tegap2 terus itu, ada dalam kondisi paling berbahaya. Soalnya, yang tegap tegas tegak tak pernah ragu bagai komandan laskar 45 dalam menghadapi hidup.....mungkin ngerasa semuanya baik2 aja dan PD2 aja jalanin semuanya, nah di titik ngerasa yakin banget itulah, justru orang itu akan hancur. Jangan macam2 sama hidup, be humble to life, after all, we all are not the conquerer of the world. Who can conquer this world, except God, anyway? The only thing that we can do is living our life to the fullest, experiencing life to the deepest. Gimana, TOEFL 598 (kayaknya bakal naik lagi nih ya score elu), keren kan enggres2an gw?

Untuk semua yang telah mengfollow blog-ku ini, terima kasih sekali....baca2 terus ya. Tau ngeblog tuh enak gini, dari dulu deh gw ngeblog, telat taunya, hahahaha, tapi tak apa2lah daripada tidak sama sekali.

Okraina, udah dulu ah, mau ke mister donut lagi nihhhhh (lagiiiiiiii?????). Penghamburan uang sebelum mudik ke Indonesia, dan makalah TWY sudah amat sangat menguras energi gw, ohhhh aku butuh karbohidrat! (alasan, pembenaran diri 100 persen!!!!aku akui itu)

Wednesday, August 18, 2010

Bukan komandan pleton laskar perjuangan

Kayaknya gw udah bikin si Ria bete berat sama gw...
Gara2nya, niatnya mau ngedukung, pake sok2an bikin tulisan what makes us a human? eh...dia kayaknya malah sebel abis. 

Gw tau pasti, gw adalah  tokoh utama barisan laskar perjuangan yang bikin si Ria ngerasa tertekan. Soalnya, nama gw disebut berulang kali di postingan itu. Dan cuma nama gw, ga ada nama lain. Jadi gw mengasumsikan bahwa diri gw ini dianggap komandan pleton laskar perjuangan.

Padahal, sebenernya, sumpah mati, gw bukanlah warrior atau apalah namanya itu. Kalo warrior kan ga pernah nangis, gw mah nangis terus.

Ini jadi buka2an rahasia sendiri nih.

Pas mau ke Jepang, abis tau keterima di universitas yang gw apply, bukannya bahagia gw, malah langsung ngerasa takut. Gw takut kuliah di tengah2 orang Jepang, trus takut ntar masa depan gw n J dan J jadinya gimana, belum lagi masalah biaya hidup di sini, bla bla bla.

Trus gw juga jadi mikir, sebenernya apa sih yang gw mau? Betapa sok2annya gw, mau keluar dari zona nyaman, padahal udah enak hidup di Indonesia. Meski bukan yang tiap minggu bisa belanja barang2 bermerk di Singapore, tapi setidaknya, gw ga hidup susah dan ga nambah2in masalah dalam hidup.

Apakah sok2an belajar di Jepang ini segitu berharganya dengan segala pengorbanan yang mesti dibayar sebagai gantinya? James ga punya pekerjaan, Joanna kecemplung di daycare berbahasa jepang dan jadi manusia ga paham bahasa di situ, trus gw juga tiap hari mesti jadi multitasker. Hidup berubah 180 derajat dari ketika gw masih di Indonesia.

Hingga hari ini pun, ketika gw dalam perjalanan ke kampus, sambil mengayuh pedal sepeda, sering terbersit dalam benak gw : gimana ya gw dan keluarga, seandainya sekarang ada di Indonesia? James mungkin bisa punya karir yang lebih bagus. Joanna banyak temannya dan ga usah struggle belajar bahasa jepang. Gw juga ga usah terkencing2 mikirin kuliah Shandeee dan bisa kerja paruh waktu jadi dosen di LIA dan punya banyak waktu untuk lakuin hal lain, bukannya memeras tenaga mental dan fisik kayak sekarang ini. Tapi, itu adalah seandainya. Kenyataan yang ada, adalah kita bertiga ada di Jepang, tertatih-tatih melangkah dalam kehidupan yang ngga selalu nyaman.

Trus, emangnya gw selalu berdiri dengan kepala tegak nantangin dunia gitu? Berbicara dengan suara keras, ohhh tantangan!!! datanglah kau padaku, aku ini kuat sekuat batu karang, aku tidak akan mungkin digoyahkan olehmu!Aku tidak takut, apakah ketakutan itu? Bahkan esensi kata itu aja, tidak aku mengerti! Boro-boro deh ngerasa kayak gitu. Yang gw rasain adalah, malas luar biasa kalo udah harus ngerjain kerjaan sampingan, sirik setengah mati sama orang2 yang ga usah kerja sampingan, ngerasa goblok luar biasa kalo udah berhadapan dengan materi kuliah, miris melihat suami tercinta belum punya kerjaan, suka kasian ngeliat joanna ga bisa selalu dapatin apa yang ia inginkan karena masalah materi, dan pengen lenyap ditelan bumi tiap kali ngikutin kuliah shandee. Dan, selalu, dan selalu, ga bisa gw tampik : pertanyaan tentang masa depan gw dan keluarga.Udah jungkir balik kayak gini, emang bisa gitu ntar kita berhasil? ga ada jaminan kan. Trus gw pribadi, ntar lulus kerja apa? Mentang2 lulusan jepang, trus gampang aja diterima kerja? Bukannya kalo di Indonesia, yang penting tuh koneksi ya, dan gw ga punya koneksi sama sekali. Dan, apakah gw bisa lanjut sampe S3? gimana kalo tau2 prof pembimbing gw bilang gw kacangan, ga layak masuk S3? kan itu bisa aja terjadi. Lha sekarang aja, gw udah kayak encok gini, ngikutin kuliah. Padahal, ini baru semester satu, baru juga tiga bulan gw kuliah! Intinya, gw sering banget berpikir, cukup berharga ga sih semua yang gw dan keluarga korbankan, demi sekolah2an ini?ngapain ekstrim mengembara di Jepang?

Gw juga bukannya ngga khawatir pulang ke Indonesia untuk liburan bulan september ini. Gw takut, masyarakat bakal memandang rendah kita bertiga. Mungkin kita bisa bilang, cuekin aja masyarakat, tapi namanya orang, pasti kan omongan orang lain ya kepikiran juga. Bukan ga mungkin, kita bakal dikata-katain. James dikatain cemen, mau aja ikut istrinya ke jepang, Rouli dikatain ga tau diri, egois, ngorbanin kenyamanan hidup, padahal udah ada anak dan suami, Joanna...ya joanna mah ga dikatain, eh tapi mungkin dia dikata2in juga, karena dia belum lulus toilet training sepenuhnya. Trus, 1,5 tahun merantau ke jepang, tapi saat pulang liburan, sama sekali belum berhasil. Faktanya adalah, sampai saat ini, suami gw tercinta belum dapat kerjaan. Kita sempat berusaha membungkam omongan masyarakat yang terus2an mempertanyakan, james ngapain di jepang> james ngapain di jepang? dengan nyoba2 kuliah, tapi james ga lulus ujian masuknya. Pertamanya pait-lah, ga lulus ujian masuk, gw aja ga bisa tidur semalamam mikirin james ga lulus ujian masuk. Tapi lama2, akhirnya kita berdua nyadar, ngapain coba ngabisin uang segitu banyak untuk biaya kuliah, padahal james juga ga suka bidang yang tadinya mau dicobain masuk kuliah itu, hanya demi membungkam mulut masyarakat. Ah sudahlah. Capek kalo hidup ngikutin omongan orang mah. Yang udah susah, malah jadi tambah susah.

Pas awal2 di sini, sumpah, gw rasanya pengen banget pulang ke Indonesia. Bener2 gw ga ngeliat enak2nya diem di jepang ini. Ekstrimnya, kalaupun gw stress trus bunuh diri (ini kan ekstrimnya), osaka university ga akan kehilangan gw. Ohhh...ada mahasiswa asing yang ga outstanding, dari negara berkembang bernama Indonesia, namanya Rouli Esther. Ohhhh...dia stress jadi bunuh diri. Kasian sih, what a pitty, but without her, we are still very fine, after all, we don't need her at all. Gitu kira2 gambaran betapa ga berharganya gw di jepang ini.

Kalau gw suka nulis notes2 bernada perjuangan, optimisme, semangat hidup, dan sejenisnya, itu sebenarnya, yang pertama2, karena gw tuh sedang berusaha menyemangati diri gw sendiri di tengah keraguan yang sering melanda hati gw. Di Jepang ini, gw ga punya teman akrab, komunikasi gw tiap harinya, hampir selalu hanya dengan J dan J aja. Dulu ada Eli, satu kampus sama gw, tinggal satu apartmen juga dengan gw, tapi trus dia pulang ke Indonesia, dan sejak saat itu, gw ga ada teman curhat. Teman2 di kampus, ga akrab2 amat, emang gw ga musuhan dengan teman2 satu jurusan, tapi ya namanya Jepang, semuanya serba individualis, susah mau ngebuka diri, jadi ya ramah2 di luaran aja, sambil terus sibuk dengan urusan masing2. Prof pembimbing gw, emang orang yang baik dan down to earth, tapi bliau bukan tipe ramah tukang curhat, beliau termasuk perempuan dengan karakter dingin, tegas, straightforward abis...trus gw ngapain datang gitu ke beliau, dengan cengengnya bilang, sensei....anak saya gangguin saya terus kalo saya mau ngerjain makalah....ya, ga usah dicurhat2in pun, gw tau, jawabnya adalah selalu : GAMBATTEKUDASAI, alias : teruslah berjuang!Orang2 di gereja, ya bisa cukup ngebuka diri, tapi tiap minggu udah sibuk kita ngurusin sekolah minggu, trus mau nyeritain kesusahan pun, gw ga tau mulainya dari mana, apalagi gw nih bukan termasuk orang yang gampang akrab dengan orang lain.

Makanya, karena gw ga punya teman akrab, dan kadangkala, J dan J pun sudah pusing dengan permasalahannya masing2, maka gw sering nulis notes yang kesannya kayak gw nyemangatin orang lain, sok2 inspiratif ga jelas, padahal mah, sebenernya, saat itu gw sedang berusaha meyakinkan diri gw sendiri, bahwa gw ngga salah langkah ada di Jepang ini dan apa yang gw lakukan adalah benar adanya (bagi gw).

Untuk Ria, sorry banget kalo tulisan gw menghantam dan menekan elu. Kalo gw terlihat sering memandang rendah ibu2 yang suka makan es doger di depan sekolahan dan mencap mereka ngga berjuang, itu bukan karena gw nganggap mereka rendah. Itu sebenarnya, karena gw juga sering kali ingin seperti itu, nyantai makan es doger, batagor, siomay, sambil ketawa2, trus pulang jalan2 ke elos, dan bukannya kayak gw ini, yang tiap hari bergerak dari satu kegiatan ke kegiatan lainnya tanpa ada waktu istirahat sejenak, bahkan udah mau mudik aja, tetap jahhhhhh gw kayak romusha di sini. Karena gw "ga bisa" seperti mereka, makanya gw meyakinkan diri gw sendiri, bahwa kehidupan yang gw punya adalah jauh lebih baik. Semanusiawi dan sesederhana itu sebenarnya.

So, janganlah nobatkan aku menjadi komandan pleton barisan terdepan laskar pelangi, karena ya gw bukan seorang komandan itu. Selesai.

Tuesday, August 17, 2010

Enjoy life

Meski hidup tidak bisa dibilang gampang untuk gw dan keluarga yang sok-sok'an mengembara di kota tertinggi biaya hidupnya kedua sedunia (yaitu Osaka, dan guess what, kota tertinggi biaya hidup pertama itu di mana? Tokyo! Kesimpulan : Jepang adalah negara dengan biaya hidup paling tinggi di dunia. Emang iya. Di sini, satu botol air mineral 500 ml, kalo dikurs ke rupiah, kira-kira 15.000 rupiah. Segitu merek lokal, bukan Evian yang suka jadi merek air mineral sosialita Jakarta...), namun satu prinsip yang selalu kita pegang adalah : enjoy life! Janganlah diperbudak kesusahan, karena di mana pun kita berada, kesusahan akan selalu ada. Namanya aja dunia, kalo ga mau susah mah, ya di sorga-lah tempatnya!

Ya, seperti yang selalu Papa bilang, bahwa berjuang itu harus, tapi jangan lupa untuk enjoy life. Bener banget tuh! Enjoy life juga ga usahlah mesti jalan-jalan ke luar negeri (ya emang duitnya kagak ada sih kalo itu mah), tapi ya gimanalah caranya, jangan terlalu keras pada diri sendiri. Ntar yang ada malah stress abis.

Beberapa cara kita bertiga (gw, J dan J, ohya, J dan J itu, James dan Joanna, suami dan anakku tercinta) menikmati hidup, misalnya :

1. Makan di luar.
Bukannya borju atau sok kaya, tapi namanya tukang jajan, ga bisa deh kita kalo ga makan di luar. Ya pokoknya mesti ngemil-lah, kayak ke convinience store, beli eskrim sebiji pun dijabanin. Hidup tanpa ngemil rasanya kurang hidup, emang. Kayak hari ini, baru aja kemaren kita bertekad ngurangin makan di luar, hari ini, udah lemah banget, "jatuh" lagi ke "dosa" yang sama. Gara-garanya, gw ngajakin ke Mr. Donut, sore2 abis si Jojo pulang dari daycare. Sebenernya gw ga ngeluarin kata "Mr Donut", tapi James langsung tau, begitu gw tanya, "ga beli cemilan ya". Kata James, "ga. bangkrut beli cemilan melulu mah". Trus gw bilang, "Aku ada ide." Si James langsung tau, itu pasti maksudnya Mr Donut. "Ngga, kan kita udah sepakat kemarin." Wah kayaknya mah ga ada harapan nih ke MD. Kecewa gw. Eh ngga berapa lama, James yang bilang, "ya udah yuk, meluncur sekarang." Gw langsung ketawa bahagia. Si Jojo belum tau duduk perkaranya apa. Begitu gw bilang kita mau ke MD, langsung bercahayalah matanya. Dan di MD, dia ngabisin 3 donat tuh, 3,5 malah, karena apple pie yang gw pesan, diembat juga setengahnya sama dia! Ah, kelemahan kita emang di makanan. Apa daya, bagaikan orang yang udah bertekad ga mau lagi melakukan dosa zinah, selalu saja, kita tercebur, tercebur, dan tercebur lagi ke dalamnya (sorry, perumpamaannya kok zinah?). Kenikmatan dunia berupa Mr Donut memang sulit untuk ditampik,bukan?Selain MD, kita suka ke Mc. D, trus sok2an ke starbuck (ini duafa apa borjuis sih?)

2. Ke perpustakaan
Gila, sok alim banget, enjoy life-nya ke perpus. Tapi, sebagai negara maju, ya Jepang tuh punya perpustakaan2 di setiap kecamatan, yang buku2nya terawat baik dan ga akan dicolongin kayak kalo kita buka perpustakaan umum di Indonesia (sorry berburuk sangka). Trus, di perpustakaan setempat ini, ada corner khusus untuk buku anak. Nah, di dekat tempat gw tinggal juga gitu. Makanya, kalo duit lagi cekak, pulang dari daycare, gw suka ngajak Jojo ke perpus. Kan hiburan tuh, ala-ala Barney, duduk-duduk di kursi kecil, trus ada karpet, ada bonekanya juga, trus buku-bukunya juga banyak. Dulu tuh waktu gw di Indonesia, suka berangan-angan ga terucap, mikir, seandainya di Indonesia ada perpustakaan umum yang ada corner cozy untuk anak-anak. Kan asyik bawa Joanna ke situ. Ehhhh ternyata terkabul, pas hijrah ke Jepang, kita tinggal di tempat yang dekat dengan perpustakaan setempat.

3. Ke carrefour minoh
Ini nih salah satu tempat belanja yang suka kita kunjungin. Ya ga sering2 amat, dua bulanan sekalilah.Alasannya beli diapers dan susu untuk Joanna, padahal bilang aja pengen jalan-jalan. Lagian, kayaknya mulai saat ini, alasan beli diapers dan susu udah ga,tepat deh. Soalnya, Jojo sekarang pake diapers hanya malam saja, so kebutuhan diapers udah berkurang. Trus, untuk susu juga, kita udah ga beli susu bubuk lagi, tapi sejak satu kaleng kemarin itu habis, kita nyobain Joanna minum susu sapi segar. Iya, di Jepang ini, anak kalo udah 3 tahun ke atas, ga lagi minum susu bubuk, tapi langsung susu cair. Dan di sini ga ada tuh susu rasa strawberry, madu, coklat, dll. Adanya cuma susu sapi aja. Titik. Ga fun sih, tapi apa boleh buat, si Jojo jadinya mau ga mau minum susu cair tuh. Trus, kalo ke carrefour minoh, kita suka sok alim, makan siang di rumah dulu, maksudnya biar ngga usah makan lagi di sana, jadi berhemat. Tapi sama aja boong sih, karena di sana, ya kita ngemil-ngemil gitu, ngemilnya juga banyak, lagi! Demi enjoy life, ya sudahlah, ada harga yang harus dibayar....

4. Nulis notes, ngeblog
hahahaha, inilah cara terbaru gw untuk enjoy life. Nulis notes di FB mah udah sering, tapi ngeblog baru beberapa hari ini. Lagi semangat2nya nih gw, kayak punya mainan baru aja. Tapi emang gw dari dulu suka nulis, dari kelas enam SD, punya diary, yang gw malu kalo dibaca orang, makanya gw umpetin di....lemari baju Papa (saat menulis ini, gw baru nyadar, betapa gobloknya gw, diary kok malah diumpetinnya di lemari baju bokap, bukannya ngeri kalo dibaca Papa. Ah tapi ngga kok, Papa itu orangnya kan ga suka nyampurin urusan anak2nya....tapi tetap aja, menyembunyikan diary di lemari baju ortu, adalah sebuah pemikiran yang aneh). Ohya, selain itu, nulis email dan baca email atau message dari Ria (adik gw) juga cara untuk enjoy life. Ya, seru aja gitu, ngegosip2in orang2 rese (buset, kebiasaan yang tidak baik itu), sambil bercerita lewat tulisan, tentang suka duka menjadi ibu dan istri tidak sempurna yang kadang pengen lari ke hutan untuk menghirup kebebasan.

5. Minum teh malam-malam
Yeahhhh...minum teh sambil sok2an merenung ga jelas. Ditemani oratorio "Messiah" karya GF Handel. Atau kalo lagi males yang gegap gempita gitu, bisa juga ditemani musik-musik melow yang bikin gw jadi pengen nangis tanpa tau penyebabnya apa. Dan ini mesti malam2, kalo pagi atau siang mah kurang dapet moodnya (sok seniman banget sih gw).

Btw, bukannya gw nih baru dua harian yang lalu, nulis bahwa ga mau lagi nge-inet malam2? Ini udah melanggar kesepakatan dengan diri sendiri dong ya. Ah...sudahlah, jangan terlalu keras pada diri sendiri. Hidup ini sudah keras, dan makalah pun menghantammu dengan sangat terkeras, jadi temukanlah kesenangan2 kecil di tengah2 kehidupan gambaru ala jepang ini. Ngomong2 soal makalah, tuh makalah "The waiting years" gw, udah jadi setengahnya. Mudah2an besok bisa rampung deh, jadi berkurang lagi satu bebanku. Mau maksa ngerjain malam ini, otak udah capek, blank ga bisa mikir. Padahal tadi hanya nulis empat halaman, lho. Ya, siapa bilang belajar itu gampang? Tapi meski susah, seperti yang Papa selalu bilang : tetap harus ENJOY LIFE layawwwwwwww!!!!!!

What makes us a human? A story that we tell

Kayaknya favorit banget gitu ya gw sama kata-kata ini. Kata-kata yang diucapkan Prof Capo di kelas (hiks! sekarang beliau udah kembali ke Amrik). Tau, gw ngerasa banyak aja yang bisa diambil dari nih kata-kata. Begitu denger aja langsung tek! di hati gw.

Karena emang dasarnya suka tengil2an merenung, setelah mendengar kata-kata ini, sepulang kuliah, gw jadi mikirin nih dalemnya kata-kata. Trus sok2an menghubung2kannya dengan kehidupan gw, dan fenomena yang terjadi di sekitar gw (tsaaaaaaah....). Yeahhhh....what makes us a human? A story that we tell...bener banget2!!!!!! Sebenernya Prof Capo tuh ngomong gini dalam rangka ngasih tau kalo karya sastra tuh sebenernya gambaran realita kisah hidup manusia. Iya, emang fiksi sih, tapi itu fiksi based on experience, ga mungkin deh ga ada trigger, trus tau2 muncul tuh karya sastra. Minimal, karya tersebut akhirnya ada, karena pengalaman pengarang, impian ga kesampaian si pengarang, atau cerita temannya si pengarang, dll. Soalnya, namanya manusia, ya selalu aja punya cerita untuk dibagikan, kan? Semestinya sih begitu.

Nahhhhhh fenomena yang sering gw liat mah, ada orang-orang yang menghindari untuk memiliki cerita dalam hidupnya. Entah karena itu takut, ga berani keluar dari zona nyaman, ga berani melihat dunia. Akhirnya, hidupnya ngga jadi sebuah cerita, tapi hanya sebuah rutinitas aja. Seperti danau tenang yang tak berombak sedikit pun. Nyaman sih pasti, tapi membosankan.

Ada juga, orang-orang yang punya pemikiran, bahwa cerita hidupnya tuh mesti yang bagus-bagus. Kalo ada kegagalan atau ketidaksempurnaan, ga boleh diceritain, harus ditutupin. Tapi tau ga sih, sebenernya, cerita kegagalan yang justru lebih sering menginspirasi, daripada kisah putri raja bergelimang harta, yang hidupnya ngga pernah nginjek tanah (bukan hantu, hahahahaha....). Si Ken De, sobat gw, pernah bilang, dia tuh sebel sama tulisan-tulisan rohani yang terlalu alim dan idealis. Sama, setuju seratus persen, gw juga sebel abis sama tulisan model gitu. Bukannya ngajak orang untuk ngga mengikuti kaidah Kitab Suci....tapi kadang kala, tulisan rohani yang terlalu goody goody, bikin kita ngerasa lagi diajak ngomong sama makhluk lain (lagi-lagi ini bukan setan), maksudnya, kita kayak ga ngerasa berdialog sama sesama manusia dengan segala kelemahannya. Ohya, tulisan rohani ini, ngga melulu mesti berisi ayat-ayat Kitab Suci. Tapi, ambillah contoh yang dekat dengan keseharian gw, misalnya motherhood. Terus terang aja, gw mah sebel banget, kalo nemuin tulisan kayak gini : "semuanya kan demi anak, jeng, berkorban ya, yang paling penting adalah keutuhan keluarga. Lebih baik tidak bekerja, nanti waktu untuk anak akan berkurang". Atau..."selalu positive thinking, jangan pandang negatif orang-orang di sekeliling kamu. Itu ngga baik lho, kita kan harus saling mengasihi..." Iyaaaaa, iyaaaaaaa.....gw tau, kalo bekerja, waktu untuk anak akan berkurang, trus kita juga emang mesti banget saling mengasihi....cuma, bete ga sih lu, "diguruin" kayak gitu, sedang hati manusia kita sedang berteriak-teriak pengen egois, pengen mikirin kesenangan sendiri, pengen nimpuk orang yang ngeselin kita....aduuuuh kenapa sih ada segelintir orang yang ga mau ngakuin bahwa manusia tuh ya hakekatnya kayak gini ini....ngga melulu selalu jadi malaikat goody-goody, ga melulu semuanya bisa dilihat dengan perbandingan hitam dan putih, ngga nyadar bahwa segala persoalan manusia tuh justru paling banyak bergeraknya tuh ya di ranah abu-abu...karena manusia kan pada dasarnya makhluk yang paradoks, bukan?

Menurut gw, tulisan yang bisa menginspirasi itu, justru tulisan yang jujur, apa adanya, down to earth dan menangkap dengan lembut, hal-hal mikro yang terabaikan dan tidak dapat diungkapkan dalam kehidupan sehari-hari bermasyarakat. Namanya aja hidup, udah pasti banyak masalah, nah kita kan justru nyari orang yang punya masalah juga kan, biar berasa senasib sepenanggungan, bukannya nyari tipe-tipe malaikat yang cuma ngeliatin kita aja dari atas dan menghujani kita dengan segudang kata-kata rohani atau kata-kata idealis, tul ga?Please deh, be real aja, we are an ordinary human being, we struggle with different kind of emotions and problems everyday, we ask God for helping us, we try to obey Him...but sometimes, even many times, we fall, because : we are an ordinary human being. Bukannya membenarkan diri untuk terus hidup dalam kegagalan dan ngga mau bangkit lagi, tapi menurut gw mah, yang ga pernah gagal, ya hanya Tuhan, makanya, terima ajalah dulu hakekat manusia sebagai makhluk yang jatuh bangun setiap harinya, jujurlah akui keberadaan diri yang penuh kekurangan dan banyak kekonyolan ini, dan berceritalah secara jujur pada setiap orang yang emang mau lu bagiin ceritanya. Jangan karena kita ingin hidup kita kelihatannya sempurna trus, maka kita jadi menghindar dan menutup diri dari segala kesempatan untuk  menjadi orang yang lebih baik lagi, meski untuk menggapai hal tersebut, so pasti banyak tantangan dan ujian yang mesti kita lewati, yang membuat cerita hidup kita tidak selalu sempurna. Yeahhhh....to be a better person itu bukan sesuatu yang didapat secara instan, bukan? Butuh proses, dan proses itu akan berlangsung seumur hidup. Itulah yang disebut pembelajaran.

Si Ria, adik gw, kan bakal mulai kuliah tuh minggu depan. Kuliah S2 di IPB. Namanya mau menghadapi tantangan baru, ya pasti ngga gampanglah. Yeahhhh...seperti yang elu bilang, Rip, so pasti, kita juga tau sama tau, bahwa lebih enak ngegym, nyantai di rumah, nonton DVD, makan indomie...daripada capek-capek ke Dermaga untuk kuliah, trus pulang ngerjain tugas, plus masih juga berjibaku ngurus CK. Untuk CK juga so pasti enakan ibunya selalu ada 24 jam untuk mereka, siap sedia melayani segala keperluan. Itu pasti akan mendatangkan rasa aman untuk mereka. Ya, nyaman abis emang itu Rip, tapi pertanyaannya, kalau kita hanya mengulang rangkaian kegiatan seperti itu setiap harinya, akan punya ceritakah kita untuk dibagikan? Kita ntar jadinya hanya bisa dengar cerita orang lain, atau ngarang-ngarang cerita, sehingga ngga real, dan kehidupan akan menjadi sesuatu yang berjarak dengan kita, karena kita tidak terjun ke dalam kehidupan tersebut. Jadi sih, gw yakin sejuta persen, elu udah ada di jalur yang benar. Bagi setiap orang yang mau maju, akan selalu ada jalannya, meski ngga akan gampang.

Sekali lagi, ini gw bukan menyatakan bahwa orang yang sehari-harinya kebanyakan diam di rumah itu ngga mau maju. Ngga sama sekali. Orang kantoran, orang lapangan pun, kalo udah keenakan di posisinya, jadi lengah, trus akhirnya menjalani hidup, ya kayak rutinitas biasa aja. Apapun yang sedang kita jalani saat ini, meski tertatih-tatih, terus arahkan langkah ke depan, beranikan diri untuk punya cerita, dan sekecil apapun itu, majulah, majulah, dan terus majulah. Istirahat, rehat sejenak, ngga apa-apa, asal jangan terlalu lama, karena apa-apa yang terlalu itu, tidak baik, bukan? Demikian juga, dalam berjuang pun, jangan terlalu dipaksain. Seperti yang Papa selalu bilang : berjuang boleh, tapi harus enjoy life. Makanya, karena gw nih anak yang sangat mendengarkan kata-kata orang tua, maka setelah menyelesaikan setengah makalah akhir semester gw, tadi gw langsung meluncur ke Mr. Donut (bersama J dan J), untuk...ya makan donut-lah! (masa untuk pup? itu mah Jojo. Selalu pengen pup di tempat-tempat umum : sorry, jorok dan terlalu melenceng).

Kadang tuh gw juga suka sedikit bingung dengan diri gw sendiri, dengan keterdamparan gw di Jepang ini (bukan keterdamparan, tapi gw yang mendamparkan diri, ohhhh bertanggungjawablah kau terhadap keputusan yang telah diambil!). Iya, orang "normal" pasti mikirnya, ngapain coba gw nambah2in masalah, udah cukup nyaman hidup di Indonesia, James juga punya kerjaan yang cukup bagus...ehhhh malah ninggalin itu semua dan datang merantau ke Jepang, untuk menuntut ilmu, bawa anak dan suami, pula. Trus, apakah karena gw udah sok2an pengen mencerdaskan diri, nah trus Tuhan langsung memberkati gw dengan kesuksesan tiada tara? Ngga sama sekali tuh, man. Yang gw dapati di sini, adalah kehidupan yang tidak nyaman dan dalam segala tingkatan, jauh lebih susah daripada hidup nyantai gw di Indonesia. Di Indonesia, mana pernah gw sampe terkencing-kencing ketakutan kalo mau ngikutin kuliah, mana pernah gw ngabisin waktu enam jam hanya untuk mengerjakan makalah empat halaman, mana pernah gw dikata-katain dosen, dibilang kacangan, mana pernah juga gw kesulitan secara ekonomi, mana pernah gw ngerasain paitnya omongan masyarakat yang ngata-ngatain status suami gw tercinta yang hingga saat ini belum mendapat pekerjaan, mana pernah juga gw tiap-tiap hari beres2 rumah, masak2 meski gw males, dan berpikir, bagaimana caranya agar ikan salmon (deuh, gaya, duafa tapi makannya salmon, btw, di jepang tuh salmon termasuk ikan murah lho) satu pak empat ekor, cukup untuk dua kali makan, jadi sekali masak dua salmon,dibagi untuk tiga orang, dan demi tetap mensuplai asupan gizi, tambahkanlah telor dadar! Yang gw tau, di Indonesia, tinggal minta asisten rumah tangga bikinin makanan, trus beres, gw tau terima jadi aja. Nyam nyam banget deh masa-masa itu mah!

Namun, menyesalkah gw dengan semua ini? Tidak. Gw bersyukur, saat ini gw berada dalam tahap banting tulang (untung belum ada yang patah, gariiiiiiiiiinnnnnnng!!!!!), sehingga, dengan segala kekonyolan dan kenorakannya, dengan segala kejujuran dan apa adanya, ada cerita yang bisa gw bagikan. Setidak sempurna apapun itu. Setidak gemerkap apapun itu.

What makes us a human? A story that we tell. Let us be a human, let us have our own story. Because by experiencing life to the deepest, we live our life to the fullest.

Monday, August 16, 2010

The Waiting Years

Huehehe...katanya mau menghabiskan malam sebelum tidur dengan baca buku, ini kok malah ngeblog? Ohhhh....godaan ngeblog ga bisa ditampik memang...apalagi ini blog baru aja launching...jadi lagi semangat2nya nihhhh...(seandainya belajar pun gw bisa sesemangat ini....)

Besides, sepertinya malam ini memang tidak mungkin dilewatkan dengan nyantai-nyantai membaca buku. Karena apa? ya betul, gw masih harus bikin satu makalah lagi, yang sudah mulai gw kerjakan dari tadi pagi, setelah Joanna dianterin ke daycare. Belum mulai nulis sih, baru nyusun2 outline dan mau diarahin kemana nih makalah. Plus ngumpulin daftar pustaka. Segitu aja gw butuh waktu seharian. OMG, rasanya enggan banget untuk mulai nulis. Tau, gw selalu aja ngerasa "takut" untuk mulai nulis makalah. Mulainya tuh lama banget, perlu ngumpulin keberanian dulu. Untuk tune in, butuh waktu lama. Tapi sepertinya malam ini mesti udah mulai ngetik nih. Target gw, paling lambat hari Rabu, udah dikirim ke Bu Kazuko, untuk dicek bahasa Jepangnya. Due datenya kan tanggal 25 Agustus, ya setidaknya, kasih waktu seminggu untuk Bu Kazuko ngecek. Beliau udah ngecek dua makalah gw, ini akan menjadi yang ketiga. Sebenarnya, akan ada satu makalah lagi untuk dikerjain, yaitu makalah kuliah semester pendek, cuma rada ga enak nih minta beliau ngecekin lagi. Berarti kan sebulan beliau ngecek 4 makalah gitu ya, seminggu satu makalah. Tergantung ntar deh, kalo nekat, coba minta lagi. Soalnya kayaknya gw nyusahin abis gitu...itu kalo ditotal, jumlah halaman makalah gw itu bisa 25an lebih tuh.

Okraina, sebelum benar2 mulai menulis makalah, nih gw kasih tau dulu, novel yang gw analisis untuk tugas akhir kuliah ini. Kuliah Prof pembimbing gw, Prof Hirata, nama mata kuliahnya : gender hyooshoo ron, alias teori simbol gender (kira2 gitulah kalo diterjemahin, tau bener tau ngga). Semester ini, kita ngebahas novel yang berhubungan dengan keluarga, dan gimana perempuan digambarkan di dalam keluarga itu. Masing2 mahasiswa, mesti milih satu novel (atau cerpen atau essay) untuk dianalisis. Gw milih Onna Zaka (terjemahan bahasa Inggrisnya dikasih judul "The Waiting Years") karya Enchi Fumiko. Kalo diterjemahin secara harafiah, Onna Zaka itu artinya "jalan (tanjakan) perempuan", imagenya dari kalo jalan menuju kuil di Jepang, itu ada otoko zaka dan onna zaka. nah, kalo otoko zaka tuh jalan (tanjakan) untuk laki-laki, nah jalannya lebih sulit, medannya lebih berat untuk mencapai kuil itu. Kalo onna zaka, yaitu jalan (tanjakan) untuk perempuan, jalannya lebih gampang, ga sesulit laki-laki. Ini ironi, karena dalam novel ini, justru perempuan bener2 menderita abis deh, digambarin ga punya kuasa gitu, minta ampun deh, gw aja sampe miris, gemas, lemas ngebaca nih novel.

Jadi, novel ini bercerita tentang tokoh utama Tomo Shirakawa, seorang istri kepala pemerintahan daerah yang tersohor yang bernama Yukitomo Shirakawa. Intinya adalah, Yukitomo nih doyan cewek abis, dan di usianya yang udah menginjak 40an tahun (puber kedua tuh pastinya), dia berniat untuk memiliki seorang gundik alias selir. Yang gila, dia minta istrinya, Tomo, untuk nyariin, dan malah si gundik ini dibikin tinggal serumah dengan istri sahnya. Di awal novel ini aja, gw udah pengen nimpuk Yukitomo, sekaligus pengen ngeguncang2 bahu Tomo yang ga ngelawan sedikitpun. Kita pasti bingung, kok ya ada cewek kayak Tomo, mau aja diperlakukan semena2? Ya, ini cerita ngambil settingnya di jaman Meiji awal, jaman pas emansipasi wanita tuh masih jauh banget di Jepang dan cewek tuh diposisikannya ya nurut sama suami (laki-laki) dan asli2 ga punya power. Makanya, Tomo ga bisa berbuat apa2, dan hanya bisa abis2an nekan perasaannya, ga pernah kasih liat perasaan itu ke suaminya, padahal dalam hatinya mah bener2 ga terima dan marah banget diperlakukan seperti itu. Tapi dia ga bisa mengungkapkan kemarahannya secara langsung. Akhirnya yang dia lakukan adalah, dia ngebayangin dirinya jadi ular, nyekek si gundik yang bernama Suga, dan Yukitomo, trus ada saatnya dia bayangin dirinya jadi setan, untuk melakukan pembalasan dendam terhadap Yukitomo, trus dia bener2 mengukuhkan statusnya sebagai istri sah dengan ngatur abis2an seisi rumah, unjuk gigi bahwa Suga ga punya status sosial itu. Terakhir, ketika dia divonis akan segera meninggal karena sakit ginjal, baru Tomo berani ngomong sama Yukitomo. Dia baru berani menatap mata Yukitomo dengan terus terang, sbelumnya mah ga berani. Dan, lewat ipar dan sepupunya, dia titip pesan ke Yukitomo, untuk ntar kalo mati, ga usah diselenggarain upacara pemakaman yang hebat, layaknya istri seorang pembesar yang meninggal, tapi silakan langsung aja buang mayatnya ke sungai dekat rumah, buang dengan lemparin gitu aja! Baru tuh pas mau mati, dia berani mengungkapkan kemarahannya. Judul terjemahan bahasa Inggris "The Waiting Years", kayaknya berkonotasi ke sini nih. "Tahun-tahun penantian", jadi maksudnya Tomo menanti2 sepanjang hidupnya (sebagai istri Yukitomo), untuk akhirnya ketika menjelang kematiannya, dia bisa "bebas". Gila ya, sekejam itu masyarakat memarjinalkan perempuan, sampe untuk ngungkapin kemarahan aja, mesti nunggu mau mati dulu. Ohya,  selain Suga, Yukitomo juga punya gundik satu lagi, namanya Yumi, trus yang lebih gila, nih orang selingkuh juga dengan Miya, yang istri anaknya, alias menantunya sendiri kan. Oh, sakit jiwa abis nih laki-laki, tapi ga ada satu orangpun yang berani memprotes segala sikapnya itu, cewek2 di rumah Shirakawa ini, asli bener2 ga punya power dan kayak jadi budak seks gitu. Ampun dehhhh.....

Nah, itulah sekilas isi novel yang akan kuanalisis. Gw mau analisis kemarahan Tomo terhadap Yukitomo. Tapi Tomo masih "mending", Suga malah lebih parah, bahkan untuk ngerasa marah aja dia ga bisa, saking diopresinya dia sama Yukitomo, dari umur 15 tahun aja udah "diperkosa" , dijadiin gundik secara paksa. Ini juga termasuk bahan yang mau gw analisis. Ohhhh, perempuaaaaaaan...benar2 diopresi abis, dibikin ga bersuara sama sekali tuhhhhhh.....

Novel ini terbit tahun 1957, katanya sih, terinspirasi oleh kisah nenek sang penulis. Berarti emang jama dulu beneran ada kejadian kayak gini, bukannya yang mustahil terjadi nih kejadian kayak gini. Sayangnya, selama gw belajar sastra jepang di Indonesia, karya2 Enchi Fumiko (dan karya2 sastra feminis klasik Jepang lainnya), ga pernah dibahas di perkuliahan. Gw aja baru tau Enchi fumiko setelah di Jepang ini, sebelumnya ga pernah dengar sama sekali. Paling yang dibahas di kampus dulu tuh, ya giant2nya kanon sastra jepang, kayak Natsume Soseki, Mori Ogai, Akutagawa Ryunosuke, dll. Kebanyakan laki-laki, pengarang perempuan ga pernah atau sangat jarang dibahas. Sayang banget. Kalaupun ada pengarang perempuan yang dibahas, paling yang kontemporer kayak Yoshimoto Banana atau Yamada Eimi. Rada males gw sama yang too contemporer, abis yang dibahas, ya hubungan seks sebelum nikah, perempuan yang ga malu2 ngungkapin nafsu seksnya, perempuan yang ga mau nikah, dan sejenisnya seperti itu. Lama2, tema2 kayak gitu jadinya basi sih, oke deh, kebebasan seksual, trus so what gitu lho? Ngga bikin gw mikir lebih jauh lagi. Tapi kalo novel karya Enchi Fumiko gini, sejak gw menamatkan nih novel hingga hari ini, gw kepikiran terus sama tokoh2nya, dan ngerasa miris sendiri.

Oke,udah nyaris jam 11 malam nih, gw mesti bener2 mulai ngerjain makalah. Mohon dukungan biar berhasil dan lancar ya! Soalnya, nulis dalam bahasa Indonesia aja, udah susah kan, apalagi ini nulisnya pake bahasa jepang, trus karya sastranya juga lumayan "berat", jadi susahnya dua kali lipat. Yo wislah, just do your best and let God work in it aja.

Sunday, August 15, 2010

Sebelum ada internet...

Kayaknya internet tuh udah sebuah kebutuhan untuk manusia modern. Yaaaaa....dengan maraknya situs-situs persahabatan kayak FB, trus blog-blog, bla bla bla....kayaknya orang kalo mau get connected, mau ga mau akan menggunakan internet. Maklum deh, manusia abad 21, udah super sibuk dengan segala aktivitas, sehingga hanya lewat dunia maya, mereka bisa rehat sejenak dan mengendurkan urat syaraf....iya, praktis sih, tapi kalo ga dibatasin, akhirnya bisa kebablasan jadi budak teknologi, bener ga?

Coba deh. Udah mata ngantuk, liat FB, mata jadi ceunghar...alias seger lagi. Ngantuk pun ilang. Baca-baca blog, ga kerasa, tau-tau lewat aja dua jam. Gw juga, kalo Joanna udah tidur,  biasanya mah langsung buka laptop, ngeFB, nulis notes, atau baca-baca blog trus kebiasaan baru nihhhh...nulis blog, secara sekarang gw baru aja punya blog, hahahahaha....ngga kerasa, waktu abiiis aja dua jam.....niatnya mau ngerjain makalah, jadi ketunda, eh terus besoknya ngeluh2 ga ada waktu, padahal kenapa coba ga dikerjain pas jojo tidur?Tapi ya itulah manusia, selalu punya alasan untuk menikmati kesenangan dan menomorduakan kewajiban....that's the sign of ordinary human being, kan?

Kuncinya tuh, menyitir kata-kata KH Zainudin MZ, ya pengendalian diri-lah. Teknologi tersedia, tapi adalah pilihan kita, kapan mau menggunakannya. Sebuah wacana yang terdengar sangat idealis dan rasanya mustahil untuk dikerjakan, di tengah tawaran segudang feature2 teknologi yang menggiurkan...

Gw jadi inget,pas jaman gw SMP SMA, saat belum ada tuh yang namanya FB, blog, bahkan handphone. Nelepon juga pake telepon koin, punya kartu telepon aja berasa keren. Boro-boro deh punya alamat email, buka situs yahoo aja kagak tau caranya gimana. Gw nyari hiburannya gimana? Ya nonton TV, nulis diary...dan yang paling sering mah, baca buku. Enid Blyton abis gw lahap semua jaman gw SMP, trus mulai keranjingan Agatha Christie, gw baca-bacain deh tuh serial misterinya, tergila-gila gw sama Hercule Poirot. Jaman SMA, mulai suka Marga T, langsung aja gw bacain tuh semua karya-karyanya, semalam juga abis deh, novel setebal 300 halaman. Masuk kuliah, mulai sok-sok'an baca buku rada-rada berat seperti karya-karya Pramoedya Ananta Toer. Tetralogi Buru, Gadis Pantai, Mida si manis bergigi emas..trus karya-karya Ayu Utami n Dewi Lestari juga gw bacain semua. Cuma, ga tau sejak kapan, tau-tau gw jadi ga sering pegang novel lagi, karena pengisi waktu luang tuh ya nongkrongin laptop. Kayaknya sejak Joanna lahir deh, jadi males baca buku, bawaan maunya tidur trus, kalo ga tidur ya ngeFB. Sekarang sih karena ceritanya nih gw mahasiswa sastra, ya mau ga mau mesti pegang buku, mesti baca novel, naskah drama, puisi, dll, tapi sering kali, karena ngerasa udah beban mesti mikir, mesti nganalisis, bacanya jadi ngga fun lagi, ngga nikmat lagi. Sangat disayangkan, fenomena seperti ini terjadi pada gw.

Dulu sih, tiap malam, sebelum tidur, pasti gw baca buku dulu. Sekarang, sebelum tidur ya ngeFB, ngeblog, trus udahhhhh jaaaaah, ga pegang-pegang buku lagi, langsung tidur. Kayaknya kebiasaan ini harusdiubah. Kalo sebelum tidur, mesti nyediain waktu untuk baca buku, seperti jaman dahulu itu....jadi waktu ga melulu abis untuk internetan.

Oke deh, aku mulai niat muliaku malam ini...(kemarin udah mulai sih). si James udah ngata2in abis, katanya, ga mungkin bisa, kita ga akan bisa hidup tanpa inet...sok wae, ledek aja gw terus...kayak pas gw mau mulai diet...tau-tau sukses (meski sekarang udah melambung lagi nih), mingkem kan dia? Males ngedebat, mending liat aja deh buktinya....

Karena ntar malam mau isi waktu dengan baca buku, so...mesti sekarang balas email si Ria. Tuh anak lagi pundung, emang tuh kampus rese gila, asli! rada belagu tuh...bweeeeee...oke, Rip, tunggulah balasan emailku...akan kuketik sekarang....

Saturday, August 14, 2010

Tanah Penderitaan

Kepikiran abis pengen segera pulang ke Indonesia...
Tinggal 2 mingguan lagi...
Tapi tau ga, yang rese apa?
Dalam waktu 2 minggu ini, ada satu makalah lagi yang harus dikerjain, trus empat hari spartan kuliah semester pendek, plus bikin makalah again untuk nilai akhir kuliah semester pendek itu
Dan untuk kuliah semester pendek nihhhhh......
Gw harus baca minimal 3 buku. OMG! Ini mah mission impossible ya, secara satu makalah gw itu aja belum beres. Biar gimanapun kan gw pasti beresin makalah dulu....

Jepang memang tanah penderitaan.
Udah mau dekat-dekat hari pulang kampung sekalipun,
hidup gaya romusha, tetaplah it's a must, ga ada ampun.
Emang gampang aja gitu, nyantai-nyantai di Jepang?
Never!!!! Budak-budakan dulu lu yeeee sampai benyut....
Itu harga yang harus dibayar
Untuk 5 minggu wisata kuliner, bertemu sanak saudara, dan jalan-jalan ke Bali (oh yeahhhhhh....)
Senang-senang...itu cerita setelah tanggal 2 September
Sekarang?
jadi BUDAK dulu layawwwwwww!!!!!!

Christmas Play OIC Sunday School 2010

Setelah setahun absen ga bikin drama natal (tahun 2009), akhirnya tahun ini (2010), gw kembali menyerahkan diri secara total pada perbudakan drama sekolah minggu. Yang membedakan adalah, kalau di masa lampau (tsaaaaah...), gw berbudak ria di Indonesia, kali ini, rada go international dikit, gw berbudak2nya di Osaka, tepatnya di Osaka International Church.

Kalau dibandingin sama SM GKRI BSB (Sekolah Minggu GKRI Bukit Sion Bogor), ya OIC SS (Osaka International Church Sunday School) ini belum ada apa-apanya. Maksud gw, dari jumlah aja anak2nya dikit banget, trus drama-dramaan juga sejauh ini yang penting partisipasi aja, belum ditekanin artinya melayani secara sungguh-sungguh, bla bla bla. Makanya, kali ini pertama kali nih, sok-sok'an bikin christmas play. Gw rada jiper juga, jujur aja, udah bahasa jepang n inggris katro, tapi jadi koordinator drama SM. Dramanya bukan yang baru kok, gw pakai naskah yang dulu dipentasin di SM GKRI BSB, ga apa2 dong ya, itu kan karya gw, jadi gw punya hak untuk mementaskannya di tempat lain, bukan, iya kan, iya kan?

Gw sebenernya rada ragu sama anak2nya, jujur aja, soalnya anak2 SM di sini, gw liat sih masih banyakan manjanya, ditegur spartan dikit aja langsung nangis, jadi kayaknya pendekatan harus lemah lembut, ga boleh milter ala SM GKRI BSB. Nah, tapi yang amat menggembirakan, rekan-rekan sepelayanan gw asyik semua orangnya, maksudnya, mereka semua orang2 yang emang semangat melayani dan kayaknya napsu banget dengan christmas play ini. Belum2 mereka udah nanya-nanya, "Rouli, apa yang bisa saya bantu? apa yang bisa saya kerjakan?" Tsaaaah, inisiatif banget, gw sampai terharu. Mudah-mudahan deh ya, teman-teman, kita bisa sehati sejiwa sepikir dalam rangka melayani Tuhan di sunday school OIC. Ohya, kita semua nih emak-emak yang punya anak kecil, dan tau dong, di jepang kan ga ada pembantu, jadi semua juga dikerjain sendiri....tapi bisa tuh melayani...jadi emang apa2 juga kembalinya ke NIAT! kalo ga niat, biar punya pembantu seratus biji pun, tetap jahhhhhh....ngerasa paling sibuk sedunia, iya kannnn?

Nih gw kasih tau, rekan-rekan pelayananku di OIC. Ada Hwajung (Korea), Betty (Hongkong), Chumin (Singapore), Cotoyo, Kaoru, Kaori (Jepang). Bahasa persatuannya bahasa jepang, nyampur-nyampur sama bahasa inggris. Iya, gw yang paling katro ngomongnya, tapi biarlah, yang penting tengil2an go international. Ngga sih, yang penting mah, biar di Jepang, alhamdulilah, tetap dikasih kesempatan dan kehormatan melayani Tuhan. Ngga nyangka banget, tetap bisa jadi GSM, bahkan bisa bikin drama natal. Praise the Lord, itu ungkapan yang amat tepat tuh!

Tadi gw baru selesai bikin story line untuk drama natal dan persiapan untuk rapat besok. Jadi inget masa2 di GKRI BSB. Sama bangeeeet....aduuuh mudah2an aja, ntar masuk bulan november dan desember, gw ga mulai nangis2 sendiri karena panik takut dramanya gagal ya, seperti yang selalu terjadi di tahun-tahun lalu, pasti melewati masa-masa nangis dulu deh. Semoga tahun ini tidak, I really hope so.

Friday, August 13, 2010

Rada nyebelin

Terus terang aja, si james rada nyebelin. Ngatur2 gw tentang design dan isi blog. Sebel abiezzzz!!! gw tau dia jago komputer, jago blog, tapi terserah dong kalo gw mau bikin judul blog panjang banget dengan design rak buku sebagai backgroundnya? Emang itu dosa ya? trus postingan mesti panjang katanya, kalo ga, ntar ga ada pengikutnya. Ihhhhh...terserah gw dong, di mana lagi kebebasan gw, kalo bukan di dunia maya?

Postingan pertama

Akhirnya gw ikut-ikutan bikin blog juga. Wannabe banget ya gw. Biarin dehhhh....eh, semua pada ngefollow ya. Aku mohon. Ayolah....aku butuh pengikut, jujur aja.