Barometer seseorang itu berkualitas atau tidak adalah dari dua hal: karakter dan karyanya.
Ada orang yang otaknya pandai, tapi perilakunya suka nyinyir, sulit bekerja sama, tidak jujur, suka menipu, gila kekuasaan. Pada akhirnya, kepandaian orang-orang seperti ini bukannya memberi manfaat bagi orang banyak, malah meresahkan orang banyak.
Ada orang yang karakternya baik, tapi sayangnya tidak punya satu kemampuan tertentu yang dapat mendefinisikan keberadaan dirinya. Orang-orang seperti ini memang tidak meresahkan orang lain, tapi keberadaannya kurang greget, begitu-begitu saja, dan karya yang dihasilkannya tidak berdampak maksimal.
Manusia berkualitas itu harus memenuhi dua unsur ini: karakter dan karya. Salah satu contoh manusia berkualitas menurut saya adalah Papa saya sendiri.
Mengapa saya berani bilang kalau beliau itu berkualitas? Usia beliau tahun ini akan menginjak 74 tahun. Bukan usia yang muda. Apa yang terbayang dalam benak kita jika mendengar kata "tua"? Mungkin yang pertama terbayang di benak: lemah, lamban, penggerutu, tidak produktif. Tapi Papa saya mematahkan seluruh mitos itu. Setelah purnabakti dari universitas tempat beliau mengabdi selama lebih dari 30 tahun, beliau tetap aktif bekerja hingga hari ini. Orang mencari beliau karena kualitasnya, baik dalam hal karakter maupun karya. Hingga hari ini, beliau tetap dipercaya, tetap diminta untuk bekerja, tetap dihargai pemikirannya.
Tetapi, yang namanya kualitas itu tidak dapat dibangun hanya dalam satu hari. Ia adalah tumpukan demi tumpukan pembelajaran, pengalaman, kebijaksanaan dalam menghadapi hidup. Ia adalah hasil dari latihan diri selama bertahun-tahun. Ia diusahakan ada dalam diri seseorang dengan sedemikian rupa melalui usaha dan kerja keras orang itu sendiri.
Materi dapat diperoleh secara instant, kedudukan, jabatan atau gelar akademik dapat dibeli dengan uang di tengah dunia yang serba carut marut ini, tetapi kualitas dalam diri seseorang tidak akan bisa dibeli. Ia harus diusahakan sendiri oleh orang yang bersangkutan melalui tahun-tahun penuh kesulitan dan latihan yang cukup berat.
Seorang atlet tidak akan berjaya di medan olimpiade jika tidak didahului oleh latihan keras berkepanjangan yang penuh keringat dan air mata.
Seorang tukang kue tidak akan dapat menghasilkan kue yang lezat tiada tara jika tidak mengalami kegagalan berulang kali sampai akhirnya ia menemukan resep yang pas.
Seorang ibu tidak akan begitu saja dapat bersikap sabar menghadapi anaknya, jika ia tidak melatih dirinya setiap hari untuk dapat memiliki sikap sabar.
Dunia ini tidak melulu berisi orang baik. Mungkin ada masanya di mana kita menerima perlakuan tidak adil, dikucilkan, atau dijahati justru karena kita berkualitas. Sudah menjadi natur manusia untuk mudah iri dan merasa terancam pada orang yang punya kualitas mumpuni. Sangat mungkin kita malah tidak disukai karena kualitas diri kita, mengingat di dunia ini kita tidak selalu berhadapan dengan orang-orang yang menghargai karya dan karakter, tapi malah sebaliknya, orang-orang yang "ketakutan" dengan kualitas diri seseoranglah yang kita temui.
Jangan takut untuk menjadi orang yang berkualitas! Sungguh dunia butuh orang-orang yang memiliki kualitas karya dan karakter yang mumpuni, yang dapat menyebarkan semangat dan karya nyata perubahan sebuah masyarakat menjadi lebih baik.
Pada akhirnya, tidak ada satu orang pun yang dapat merebut kualitas diri kita. Selamanya ia akan menjadi harta yang sungguh berharga: bagi diri sendiri dan bagi orang lain.
Bogor, 4 Juni 2017
Rouli Esther Pasaribu
Rouli Esther Pasaribu
No comments:
Post a Comment