Pramoedya Ananta Toer berkata, "Orang boleh pandai setinggi langit. Tapi, selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian."
Pertama kali baca kata-kata ini, saya kurang paham apa maksudnya. Pertama kali mengenal karya-karya beliau, usia saya masih awal 20an. Sekarang usia saya ada di penghujung 30an, dan sedikit lebih paham makna kata-kata beliau, berkat tahun-tahun penuh pengalaman yang sedikit mendewasakan diri ini.
Dalam sebuah essay yang ditulisnya, Oba Minako, seorang pengarang perempuan Jepang menyatakan bahwa dirinya terinspirasi menulis dan mengadakan refleksi diri karena membaca karya-karya pengarang perempuan Jepang yang hidup hampir 1000 tahun silam dari masa kini. Oba Minako terinspirasi atas karya-karya Murasaki Shikibu, Seishonagon, Michitsuna no Haha, para pengarang perempuan Jepang di jaman Heian (794-1192). Mereka menulis tentang opresi patriarki di dalam kehidupan bangsawan istana Jepang di masa itu. Hampir 1000 tahun kemudian, Oba Minako juga menulis, dan meski beliau meninggal pada tahun 2006, karyanya tetap berbicara hingga hari ini dan menginspirasi para perempuan setelah generasinya, salah satunya menginspirasi saya.
Seandainya beliau dan para pendahulunya tidak menulis, maka beliau akan hilang dari sejarah. Ide-ide dan pemikirannya menjadi dibatasi waktu-yaitu waktu semasa ia hidup. Begitu ia tidak ada lagi di dunia ini, maka pemikirannya pun tenggelam. Kecuali, ada orang lain yang berusaha mengabadikan pemikiran-pemikirannya. Tetapi, berapa banyak orang yang mau secara sukarela mengabadikan pemikiran kita, kecuali kita adalah orang yang benar-benar berpengaruh di dalam masyarakat dalam lingkup yang cukup luas.
Maka, menulis menjadi sebuah pilihan untuk mengabadikan diri. Menulis adalah inisiatif untuk mencatatkan diri dalam sejarah peradaban manusia.
Menulis tulisan singkat ini, membuat diri saya tersentil karena sampai hari ini, saya belum menghasilkan sebuah buku hasil karya saya. Tiap tahun, resolusi tahun barunya adalah menulis buku, tapi sampai hari ini, belum saya wujudkan secara serius. Kiranya tulisan ini menjadi pengingat untuk saya mulai bergerak.
Agar tulisan kita mumpuni, kita memang mesti banyak membaca dan banyak memiliki pengalaman hidup. Kedalaman hidup seseorang akan terlihat dari kualitas tulisan yang dihasilkannya. Sebuah pengingat lagi untuk saya agar rutin menargetkan diri untuk menyelesaikan buku demi buku agar dapat menghasilkan tulisan yang baik dan menginspirasi.
Karena, "Yang fana adalah waktu. Kita abadi" (Sapardi Djoko Damono). Jika kita menulis!
Bogor, 3 Juni 2017
Rouli Esther Pasaribu
Rouli Esther Pasaribu
No comments:
Post a Comment