Sebenarnya saya bukan orang yang suka-suka amat naik wahana mengerikan di amusement park seperti jet coaster tinggi banget yang lihatnya aja bikin stress.
Tapi, jika sedang berkunjung ke amusement park, biar saya takut, saya sengaja naik wahana seram itu. Tentu saja setelah mempertimbangkan faktor keamanan dan kesehatan, karena kalau "tidak amannya" sudah tidak masuk akal, ya saya tidak mau naik.
Ngapain kurang kerjaan amat, ibu-ibu sengaja naik wahana seram? Ya sebenarnya sih ini lebih kepada latihan saya melawan ketakutan sendiri. Jangan dikira saya ngga takut. Kalau sudah naik wahana seram gini, menurut suami saya, teriakan saya paling kencang dan belum juga wahana mulai bergerak, saya sudah teriak-teriak. Ya kaliiiii ibu-ibu nyaris 40 tahun naik jet coaster, bukan karena mau nemanin anak tapi karena emang "cari gara-gara" demi melawan ketakutan diri sendiri, sengaja naik wahana yang sebenarnya bikin kaki lemas, mengingat saya ini sebenarnya bukan orang yang suka naik mainan seram.
Tapi memang dalam hidup ini, kita harus melakukan sesuatu yang susah, yang kita anggap tidak mungkin untuk dapat kita lakukan. Tujuannya demi menaikkan level diri sendiri. Sewaktu kuliah di Jepang, saya disuruh Prof baca majalah-majalah Jepang jaman dulu yang tulisan kanjinya itu kanji kuno yang lihatnya aja bikin stress. Tapi beliau bilang, kalau sudah bisa baca 200an kanji kuno, ke depannya gampang, karena sudah tahu celah-celahnya. Saya awalnya tidak percaya, tapi karena tuntutan studi, ya saya baca juga meski otak saya kayak langsung di tempat fitness gitu, diperas tiada henti. Tapi setelah baca beberapa majalah, lama-lama mulai ketemu polanya, dan teori 200an kanji itu saya buktikan benar adanya.
Masih tentang pengalaman saat studi juga, saya disuruh baca completed work pengarang yang saya teliti. Ada 16 volume dan pengarang ini bukan pengarang jaman kontemporer, jadi bahasanya jauh lebih sulit daripada bahasa Jepang yang selama ini saya pelajari. Tapi kata Prof, mending belajar yang susah sekalian, yang ngga gampang, yang melampaui kemampuan kamu, karena sekali kamu bisa menaklukkan kesulitan ini, ini akan jadi modal kepercayaan diri dan harta kamu seumur hidup. Karena saya percaya pada beliau, mengingat beliau sudah berpengalaman, dan saya tahu tujuannya baik, yaitu demi kemajuan saya, maka meski sulit, saya ikuti kata-kata beliau.
Suatu hari, beliau meminjamkan sebuah novel karya pengarang Jepang kontemporer pada saya yang masih ada hubungan dengan tema penelitian saya.
"Nih, baca. Karena tiap hari sudah baca Enchi (pengarang yang saya teliti), pasti sekarang sudah bisa baca novel ini dengan gampang tanpa kamus."
Karena saya tiap hari bacanya novel-novel karya Enchi Fumiko yang saya teliti ini sampai saya muak,saya memang tidak sempat baca karya pengarang lain. Saya sebenarnya tidak begitu percaya kata-kata beliau, tapi namanya murid disuruh guru, apalagi di Jepang yang hubungan guru dan murid itu sudah seperti master kungfu terhadap muridnya, benar-benar satu guru kepada satu murid, ya saya ikuti kata-kata beliau. Kalau memang ada orang yang tulus mau mengeluarkan yang terbaik dari kita meski caranya menyakitkan, ya mesti disambut dengan sukacita kan?
Akhirnya saya baca novel pengarang Jepang kontemporer itu dan ternyata saya bisa baca tanpa lihat kamus. Tidak sia-sia saya melakukan "training diri" dengan baca karya-karya Enchi Fumiko setiap hari, sampai kadang saya mau nangis saking muaknya, tapi ternyata segala kemuakan dan kelelahan itu terbayar dengan naiknya level kemampuan yang tentunya akan jadi harta berharga seumur hidup.
Menaikkan level diri sendiri itu memang tidak mudah. Kita harus sengaja melakukan hal-hal sulit yang melebihi kemampuan kita. Secara sadar menghadapkan diri pada kesulitan memang tidak enak, tapi tidak enaknya itu lebih dari sepadan dibanding hasil yang pada akhirnya akan kita terima. Prosesnya memang lama dan harus sabar menjalaninya, tapi justru dari proses yang tidak instant itu, tanpa kita sadari, keringat, tangisan, kemuakan, daya upaya yang kita keluarkan itu sedikit demi sedikit, perlahan tapi pasti, akan berubah menjadi harta abadi berupa karakter, kemampuan, pengalaman, dan cerita yang abadi tertanam dalam diri kita.
Dan yang dapat menaikkan level diri sendiri itu hanya diri kita sendiri. Orang lain tidak akan bisa. Ini tanggung jawab kita pada hidup. Karena hidup itu seharusnya hari demi hari semakin menuju ke arah yang lebih baik, secara perlahan dalam usaha yang terus berkesinambungan tanpa henti.
Menaikkan level diri sendiri itu adalah proses seumur hidup. Pace waktunya berbeda-beda untuk setiap orang. Saya sendiri termasuk orang yang butuh waktu lama untuk naik level, tapi saya jalani saja meski kemajuan untuk saya bukan hal yang mudah saya dapatkan. Saat ini saya sedang berusaha menaikkan level diri sendiri untuk presentasi akademik dan menulis paper dalam bahasa Inggris. Selama ini saya ditraining dalam bahasa Jepang, sehingga mengerjakan urusan akademik dalam bahasa Inggris itu bukan hal mudah untuk saya. Tapi saya sadar saya harus menaikkan level kemampuan saya ini, karena itu adalah bentuk tanggung jawab dan syukur saya kepada hidup dan kepada Yang Memberi Kehidupan.
Jika kita semua berusaha untuk setiap hari semakin baik dalam menata hidup, maka dunia ini tentu akan semakin banyak dipenuhi orang-orang berkualitas yang dapat memberi perubahan positif di tengah-tengah masyarakat yang carut marut tiada habisnya ini.
18 Juni 2017
Rouli Esther Pasaribu
Rouli Esther Pasaribu
No comments:
Post a Comment