Wednesday, August 8, 2012

Enchi Fumiko

Pas ngerjain tesis S2 kemarin, udah nyesel setengah mampus kenapa sih gw milih Enchi Fumiko untuk gw teliti. Karya2nya suram, terus suka ga bisa ketangkep maknanya kalo cuma dibaca selewat2 gitu, dan dibaca dengan teliti pun tetap aja butuh waktu untuk memahaminya. Tapi belakangan, terutama setelah mulai bisa menganggap bahwa adalah wajar menghabiskan waktu seharian untuk meneliti, gw mulai merasa bersyukur, gw milih Enchi. Padahal mah, sebetulnya alasan gw milih beliau, itu semata2 karena karyanya pernah dibahas pas kuliah dan gw males mikir lagi (alasan tercetek sejagat raya).

Lama2 gw ngerasa, Enchi itu pas banget dengan yang gw harapkan. Akhir2 ini gw liat, karya2 sastra perempuan itu, banyak yang mengusung isu seksualitas perempuan. Cuma, sering kali penyajiannya terlalu vulgar, dan diumbar-umbar. Ya emang itu kebebasan orang berpendapat sih, tapi kalau berdasarkan selera gw, terus terang, rasanya males yang terlalu mengumbar seks gitu. Ini bukannya gw bilang karya sastra yang frontal mengedepankan isu seksualitas, berarti jelek lho, Lagi2 ini masalah selera, bukan masalah mutu ya.

Karya2 Enchi itu ngga mengumbar seksualitas, tapi lebih menekankan ke psikologi perempuan yang direpresi. Isi karya2nya emang suram super, tentang perempuan yang teropresi dalam rumah tangga, ga punya anak karena rahimnya diangkat, yang ga bahagia dengan perkawinannya. Pertama2 gw baca, ya ampun nih orang tega amat ya bikin cerita, kok perempuan dimarjinalkan sampai abis2an seperti ini? Bacanya aja miris.

Master piece Enchi adalah Onna Zaka (terjemahan bahasa Inggris : the waiting years) dan Onna Men (terjemahan bahasa inggris : the mask). Tapi sebenarnya selain dua ini, banyak karyanya yang dalem banget maknanya. Onna Zaka termasuk relatif mudah dimengerti dan bikin hati berdarah-darah bacanya. Dulu rasaan saya pernah juga nulis tentang Onna Zaka di blog ini, kalo ga salah pake judul bahasa Inggris "The Waiting Years". Untuk Onna Zaka, edisi bahasa Inggrisnya kalo ga salah ada di perpustakaan the Japan Foundation, gedung summitmas, Jl. Jendral Sudirman, Jakarta. Silakan ditengok, jika berminat.

Orang bilang, ga ada pertemuan yang kebetulan. Demikian juga pertemuan gw dengan Enchi Fumiko. Hidup Enchi juga inspiratif abis. Pertama2 mulai karir di dunia sastra dengan nulis drama pada umur 20an tahun, tapi trus pindah ke nulis novel, cerpen. Cuma beliau tetap aja ga ngetop2, ga diakui juga, mungkin karena bayang2 bapaknya yang Prof tersohor di Univ Tokyo, jadi Enchi ga dianggep sebagai satu pribadi mandiri. Menikah di usia 25 tahun, ga bahagia dengan pernikahannya, udah mikirin mau pisah tapi tetap bertahan karena ada anak. Trus pas jaman perang dunia dua, rumahnya kebakar, trus karena sakit, beliau dioperasi pengangkatan payudara dan rahim. Bisa bayangin ga nih? Tapi beliau tetap menulis meski udah ancur2an kayak gitu. Baru di usianya yang ke-49 tahun, beliau dapat penghargaan atas salah satu cerpennya (itu tahun 1953), dan sejak itulah nama beliau stabil di dunia sastra Jepang, dan terus berkarya sampai meninggal di usia 81 tahun.

Sumpah top sekalilah Enchi Fumiko ini. Kalau mau tau lebih banyak tentang beliau, sebagai pengantar, silakan liat http://en.wikipedia.org/wiki/Fumiko_Enchi Kalau bahasa Jepang, family name yang pertama, baru namanya, jadi kalau dalam bahasa Inggris, namanya ditulis Fumiko Enchi. Tapi kok gw lebih nyaman nyebutnya Enchi Fumiko ya? Lebih cocok aja gitu, hahahahaha.

3 comments:

  1. salam sukses gan, bagi2 motivasi .,
    jujur dalam segala hal tidak akan mengubah duniamu menjadi buruk ,.
    ditunggu kunjungan baliknya gan .,.

    ReplyDelete
  2. Baca kisah lo soal peneliti, gw jd suka kebayang kebiasaan gw yg suka iseng pengen tau (meskipun ga sampe ke tahap melakukan penelitian) akan asal muasal suatu kata. mungkin ga ada kaitannya sama sastra, sih. karena sifatnya insidentil aja.

    misalnya, gw suka curious dari mana asal bahasa kita, Indonesia. kenapa 'matahari' itu kita sebut matahari. drmn asalnya? Let's say, 'kemah'.. itu mungkin jelas, ya.. Berasal dari kata 'camp'. Atau 'tenda' berasal dari 'tent'. Yang kesemuanya karena perkembangan dialektikal, menjadi kosakata seperti yg kita kenal sekarang.

    Tapi sebenarnya masih banyak banget yg sering bikin jidat gw mengkeret.. Seperti kata 'berjibun'.. Ini 'kan berasal dari kosakata 'jibun' yg diberi imbuhan 'ber'.. Lha, ini dialek or kosakata dr mana ya kata 'jibun' ini.. kenapa bisa punya arti 'bertumpuk-tumpuk', 'banyak banget' dan sejenisnya.

    Pengen banget gw iseng2 'meneliti' asal muasal kosakata suatu bahasa.. Tapi ga buat apa2 sih.. Just for fun and just to kill my curiousity.

    Salam,,,
    @r4mlif
    hehehehe.

    ReplyDelete