Tuesday, March 29, 2011

Selamat jalan, Kak Mona...

Namanya Mona Gloria Mustamu. Usianya masih paruh 40an tahun. Memiliki 3 anak, satu laki-laki, dua perempuan. Tiga-tiganya sedang beranjak remaja. Suaminya bekerja di luar kota. Kak Mona sendiri (demikian gw memanggilnya) adalah guru kimia di salah satu SMA swasta ternama di Tangerang. Ia adalah guru yang penuh dedikasi, ibu dan istri yang baik, dan setia melayani di gerejanya. 

Kabar sedihnya adalah : Kak Mona telah menjadi  almarhumah. Hidupnya di dunia ini telah menjadi sejarah. Pahit sekali memang, tapi kini, jika ingin bertemu dengannya, paling yang bisa dilakukan hanyalah melihat fotonya atau mengingat-ingat waktu yang dihabiskan bersamanya.

Terus, apa hubungannya gw dengan Kak Mona? Sebenarnya, Kak Mona itu bukan keluarga langsung gw. Ia menjadi salah seorang keluarga gw karena ia adalah sepupunya James. Iya, mamanya Kak Mona dan mamak (mamanya james) adalah kakak beradik. Jika gw ngga menikah dengan James, ngga akan gw kenal Kak Mona.

Dari pertama mengenalnya aja, gw udah tau, beliau bukan orang rese. Saat-saat awal gw menjadi bagian dari keluarga Opung Theodora Simanjuntak (ini nama keluarga besar James, jumlahnya 70an orang lebih kalo ditotal, mulai dari opung hingga anak kecil), gw ngerasa segan dan sungkan. Gw kan orangnya ngga pintar membawa diri, susah untuk dekat dengan orang baru. Sekalipun secara de jure, seluruh keluarga besar James menjadi keluarga gw di titik gw menikah dengan James, tapi tetap aja, dalam pengejawantahannya, tidaklah segampang itu. Butuh waktu untuk gw hingga akhirnya merasa sebagai bagian dari keluarga besar Opung Theodora Simanjuntak. Tapi secara individu, salah satu anggota keluarga yang gw langsung merasa nyaman bercakap-cakap dengannya, adalah Kak Mona. Anak-anaknya pun sopan dan manis-manis. Penurut dan selalu senyum ramah menyapa gw. Di masa-masa awal pernikahan gw dengan James, Kak Mona adalah salah satu orang yang bisa bikin gw ngerasain kehangatan keluarga besarnya James ini. Membuat rasa segan dan sungkan gw terkikis sedikit demi sedikit.

Ketika Joanna lahir, Kak Mona datang ke rumah gw, kira-kira dua minggu setelah Joanna lahir. Datang bersama mamanya dan dua anak perempuannya, naik bis dari Jakarta, Bawa boneka kelinci untuk Joanna. Gw terharu banget, maksud gw, niat banget gitu lho, datang pake bis, dari Rawamangun ke Bogor, jauh-jauh gitu, hanya untuk nganterin boneka kelinci dan liat Joanna. Padahal, kalaupun ga bisa nengok pun, gw akan sangat maklum, mengingat rumahnya kan cukup jauh dan tiap hari Kak Mona kerja. 

Kak Mona orang yang baik. Gw rasa, semua orang yang mengenalnya pasti setuju. Gw yakin, beliau adalah guru yang penuh dedikasi dan bekerja sepenuh hati. Beliau juga ibu yang baik, istri yang baik. Terus kenapa orang sebaik ini mesti meninggal saat ini? Di usia produktif, di mana keluarga dan masyarakat masih sangat membutuhkan sumbangsihnya?

Jangan tanya gw, gw ga akan tau jawabnya. Ya, ya, semua pemuka agama akan menyatakan itu kehendak Tuhan, kematian itu sudah diatur kapan datangnya, ngga akan bisa ditolak. I know, I know, I know. Tapi, kenyataan bahwa Kak Mona udah ga ada di dunia ini, saat ini, biar bagaimanapun juga, adalah hal yang sangat pahit. Super pahit.

Bulan Desember tahun lalu, gw denger kabar sedih itu. Bahwa Kak Mona kena kanker payudara stadium lanjut. Bagaimana mungkin? Gw serasa ngga percaya. September tahun lalu, gw pulang ke Indonesia dan ketemu Kak Mona di acara keluarga di Puncak. Saat itu beliau masih segar bugar, masih ceria, bahkan sibuk ngurusin retreat keluarga, booking-booking tiket untuk seluruh anggota keluarga, yang mana tuh retreat akan dilaksanakan sekitar bulan Juni di Medan. Saat sudah lama ngga berjumpa dengannya dan berpelukan tanda bahagia karena bisa ketemu lagi di Puncak, mana terbayang di benak gw, bahwa orang yang gw peluk ini, yang berdiri di depan gw dalam kondisi segar bugar, akan divonis kanker 3 bulan kemudian, dan 3 bulan sesudah vonis itu, akan pergi selamanya dari dunia ini? 

Makanya ketika denger kabar bahwa Kak Mona kena kanker, tiap malam gw, James dan Joanna berdoa. Berdoanya adalah agar Kak Mona sembuh. Gw ga berani bilang, "Jadilah kehendakMu Tuhan", karena gw takut, kehendak Tuhan adalah Kak Mona berakhir hidupnya di dunia ini, sebentar lagi. Gila aja, Kak Mona meninggal sekarang, tiga anaknya masih butuh ibunya banget, please, Tuhan, angkatlah kanker itu dari tubuhnya. Gunung aja bisa Tuhan pindahin, sel kanker juga mestinya bisa dibuang jauh-jauh dari tubuhnya kan?

Tapi hari berganti hari, bulan berganti bulan, sejak vonis terkena kanker itu dijatuhkan. Dan hasilnya adalah, kemarin sore, tanggal 28 Maret, Kak Mona menghembuskan nafasnya yang terakhir. James yang bilang, setelah dapat SMS dari Saur (adik James). 

Terus terang aja, yang terucap dari bibir gw ketika dengar kabar itu, bukannya "ini udah kehendak Tuhan, Kak Mona ga menderita lagi", tapi spontan terucap, "Shit! Kenapa Kak Mona meninggal?" (sorry kasar, gw tau mestinya ga boleh ngomong gini). Sambil ngomong gitu, yang pertama terbayang dalam benak gw adalah wajah tiga anaknya Kak Mona. God, they're still too young, they need their mother more than words can say! 

Tapi memang tidak semua hal di dunia ini dapat terjawab dengan logika. Ada hal-hal yang emang kita ngga akan tau jawabnya. Termasuk kematian, apalagi kematian di usia produktif seperti Kak Mona ini. Gw aja yang bukan keluarga langsungnya, sedih banget dengan kabar ini. Apalagi keluarga dekatnya, terutama Papa Mamanya, sodara-sodaranya, dan terlebih lagi, suami dan 3 anaknya. Sekalipun ada kata yang artinya "lebih dari sedih" dalam bahasa Indonesia, gw rasa itu ga akan cukup untuk mengungkapkan duka dan kehilangan mendalam yang mereka rasakan saat ini.

Sering kita berkata, kalau kita naik kelas, dapat promosi jabatan di kantor, masuk universitas yang bagus, dapat kerjaan dengan gajih berlimpah, bisa beli mobil atau rumah yang bagus, kita lalu bilang : "ini semua berkat Tuhan". Tapi sering kita lupa, bahwa di luar hal-hal yang sifatnya materi seperti itu, sesungguhnya kehidupan itu sendiri adalah berkat dari Tuhan. Jadi, terlepas dari berapa banyak persoalan yang kita hadapi, kalau hari ini kita masih bisa berada dalam kondisi sehat dan berkumpul dengan keluarga, sesungguhnya itu benar-benar adalah sebuah anugerah.

Selamat jalan, Kak Mona....till someday we meet again! Menyitir kata-kata Rany di FBnya tadi pagi....dear God, aku tau Kak Mona udah ga menderita lagi dan bahagia bersamaMu di sorga, tapi tolong kasih kekuatan untuk suami dan anak-anaknya dalam melewati masa-masa berat ini....

Yes, Lord, please be with them, menangislah bersama mereka, dan hiburkan hati mereka lebih daripada yang dapat kami pikirkan. I know, You will do that, Lord. Amen.

No comments:

Post a Comment