Friday, August 27, 2010

Motherhood : sesuci itukah?

Motherhood. Entah apa padanan kata yang tepat dalam bahasa Indonesia ya. Kalo dalam bahasa Jepang, kata 'motherhood' terdiri dari dua karakter, yaitu karakter 'ibu' dan karakter 'natur'. Jadi, kalau diterjemahkan secara harafiah, maka artinya adalah : 'natur ibu'. Tapi dalam bahasa Indonesia, gw bingung, padanan katanya apaan. Jiwa keibuan? Sifat ibu? Segala yang berhubungan dengan ibu? Sepertinya kurang pas ya. Makanya, motherhood ya diucapkan begitu saja, motherhood, tanpa diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.

Sebenarnya apa sih motherhood? Mungkin banyak definisi, tapi biarlah sekarang gw merangkainya dengan pemahaman gw sendiri. Motherhood, kalo menurut gw sih, segala hal yang berhubungan dengan pengalaman menjadi seorang ibu, mulai dari hamil, melahirkan, menyusui, ngurus anak, mendidik anak. Menyenangkah itu? Asyikkah itu?

Bener banget yang orang bilang : kita tidak akan tahu bagaimana rasanya menjadi seorang ibu, sampai kita merasakannya sendiri. Tepat banget. Bilang gw ga waras, bilang gw nista, bilang gw egois, dan sejenisnya...tapi ekstrimnya, menjadi ibu adalah : kehilangan kebebasan untuk mengatur sendiri segala yang mau kita lakukan dalam hidup ini.

Sayangnya, sedikit orang yang berani mengakui bahwa menjadi ibu adalah kehilangan hak untuk menjadi manusia bebas. Seolah2 kalo ngomong gitu, kita udah ngelakuin dosa besar karena "mengabaikan anak" dan tidak menerima kodrat sebagai seorang ibu. Rancu banget sih menurut gw mah. Soal kodrat, contohnya. Sering banget orang gampang aja ngomong masalah kodrat. Kodrat wanita, kodrat pria. Kodrat wanita adalah diam di rumah, ngurus anak, hamil, melahirkan. Kodrat pria ya di luar mencari nafkah, jadi tulang punggung keluarga. Kalo menurut gw pribadi, ini terlalu dibuat2. Kodrat itu kan maksudnya natur ya, yaitu sesuatu yang udah secara alami, udah dari sononya melekat dalam diri seseorang. Seperti misalnya, hamil, melahirkan dan menyusui, iya itu kodrat wanita. Laki2 ga mungkin bisa kan, karena tubuh laki2 kan ga punya rahim? Nahhhhhh tapi tunggu dulu. Apakah ngurus anak, cebokin anak, kasih makan anak, mandiin anak, itu adalah kodrat wanita? Apakah kerja di luaran, jadi tulang punggung keluarga, itu adalah kodrat pria? Gw pribadi, ga setuju dengan pernyataan tersebut. Menurut gw, masyarakat-lah yang membuat dikotomi2 ini. Kenapa?

Aduh, kalo bahas kenapa-nya mah....bisa panjang nih jadinya. Pasti ya nyinggung teori2 feminisme nih. Lagi rada males ngomongin yang berat2, kan baru beres kuliah semester pertama. Istirahat dulu deh gw dari feminisme and the gank. Ohya, buat yang belum tau, gw nih sekarang kuliah di Osaka University, belajar sastra perempuan dan gender. Lebih spesifiknya sih sastra perempuan jepang, karena latar belakang gw pas S1 emang sastra jepang.

Oke, sedikit sajalah, kenapa masyarakat membuat perbedaan2 alias mengkotak2kan alias mendikotomikan peran laki2 dan perempuan. Berdasarkan teori2 yang gw pelajari, konon, itu karena masyarakat ini dikuasai laki2, dan perempuan adalah second sex alias jenis kelamin kedua, trus masyarakat (=laki-laki) menciptakan wacana bahwa  keberadaan perempuan itu ada untuk menopang laki-laki untuk menjadi laki-laki, so....caranya adalah dengan membatasi gerak perempuan di ranah domestik (yaitu keluarga, atau rumah tangga), dan laki2 ada di ranah publik. Intinya adalah, kalo perempuan juga dibebasin merambah ranah publik, laki2 akan terancam dan dikhawatirkan tidak lagi bisa menguasai publik. Agak absurd emang penjelasan gw, semoga bisa dipahami ya.

Salah satu strategi untuk membatasi gerak perempuan agar tidak merambah ranah publik secara total, adalah dengan mengagung2kan motherhood itu. Dibilangnya, jadi ibu adalah kebahagiaan terbesar bagi perempuan, kalo belum hamil dan melahirkan, itu berarti belum jadi perempuan seutuhnya, kalo ga kasih ASI ekslusif, itu berarti  ibu tersebut egois dan ga mau berkorban bagi anaknya, dsb, dsb. Pokoknya, begitu kita, perempuan, masuk dalam lembaga pernikahan, trus hamil...nah di titik itulah, masyarakat melihat kita bukan lagi sebagai seorang pribadi, tapi "hanya" sebagai seorang ibu, bukan yang lain.

Gw pernah hamil satu kali dan merasakan sendiri, gimana capeknya hamil itu. Emang gw akui, ada masa2 bahagia karena gw hamil, masa2 melankolis dan bilang2 praise the Lord, God is amazing, luar biasa banget oh pengalaman ini...tak ada duanya....tapi.....ngga selamanya gw ngerasa kayak gitu. Ada masa2 gw bete banget dan pengen buru2 ngeluarin Joanna dari perut gw, karena gw udah ngerasa kayak ikan paus gitu, berat banget, ga bisa ngapa2in. Berat dalam arti sebenarnya, yaitu perut gw asli udah berat abis2an bawa2 si Joanna di dalam rahim gw, bawaannya pengen buru2 dikeluarin aja. Sampe nangis2 gw karena kesel si Joanna ga muncul2 (udah lewat tanggal due date), trus gw nangis2 gila gitu, malam2, bilang, gw udah ga tahan lagi hamil, sumpah gw udah ga tahan, please cepetan deh kontraksi kek apaan kek, biar nih bayi keluar.

Trus gw juga sebel banget, kalo orang komen, gw ga boleh bete, ntar kasian bayinya, ikut2an bete. Dalam hati, gw pengen nimpuk orang yang ngomong kayak gitu, ya ampun, ada juga yang kasian mah gw kali, wanita yang lagi hamil, lu kira enak apa bawa2 gembolan gini tiap hari? Cuma mana ada yang peduli perasaan gw, semua pusatnya adalah bayi yang ada dalam rahim. Oh lihatlah, bahkan ketika ia belum menyapa dunia pun, ia telah mengancam eksistensi kita sebagai pribadi!Dan oh please, si Joanna mana ada kasiannya berdiam di rahim gw? Tiap hari dia mah gw supply banyak makanan gitu, kayak pizza, kepiting, udang, eskrim, pokoknya makanan2 yummy semua...sejahteralah ia di dalam rahim! trus gw cemberut dikiiiiiit aja, orang uda komen : jangan bete, kasian bayinya. Pengen nimpuk ga sih lu, ke orang yang ngomong kayak gini?

Segini, gw tuh termasuk orang yang hamilnya ngga berat. Gw ga ngalamin morning sickness, gw ga ngerasa lemes, gw segar bugar terus selama hamil, nafsu makan juga edan banget, pokoknya gw tetap bisa beraktivitas normal, sejak awal kehamilan sampai melahirkan Joanna. Praktis, ngga ada kegiatan gw yang berubah atau dikurangi karena gw hamil, semua bisa dijalanin layaknya orang yang lagi ngga hamil. Tapi ngga semua orang kan, hamilnya "gampang" kayak gw? Contohnya, Ria, adik gw, dia hamil Cleo Keio, dua-duanya berat, dua-duanya morning sickness gila gitu, dan dua-duanya pake muntah2 edan tiga bulanan non stop, sampe si Ria harus masuk RS segala. Trus yang gw rasanya pengen nimpuk banget itu adalah, udah si Ria edane gitu menderitanya, masih jaaaaaaah...banyak oknum rese yang nyuruh2 Ria untuk ngga bete., tetap sukacita, tetap tersenyum, tetap bahagia...karena kalo Ria ga bahagia, bayi di dalam perut akan stress. God, ngga logic banget orang2 ini, tega banget nyuruh orang lagi muntah gila tiap hari gitu untuk tetap tersenyum, tetap ceria. Sakit jiwa itu mah namanya! Malah, kan pernah nih si Ria itu, keguguran sekali, sebelum hamil Cleo. Setelah dikuret, masa sih, ada oknum yang doain : Ampunilah Ria, karena ia menolak bayi ini, sehingga bayi ini tidak selamat. Gw tuh ada di situ pas dengar nih oknum berdoa kayak gitu. Detik itu juga rasanya mata udah pengen melotot aja, benar2 nih orang otaknya di dengkul kali ya, orang baru keguguran, malah disalahin, bukannya dihibur.Ihhhhhh....sadis abis!

Dan gw yakin, banyak Ria2 lain di luar sana, yang juga menderita karena diopresi masyarakat saat hamil. Setelah masa kehamilan selesai, anak pun lahir, dan masalah ga berhenti sampai di situ. Dimulailah malam2 panjang, begadang, menyusui, ganti diapers, kasih makan, mandiin bayi,dan sebagainya. Punya newborn, selain bahagia2 merasakan kehadiran makhluk baru, merasakan kehidupan baru, merasakan kehormatan mengasuh manusia, dsb....ada sisi menyebalkannya. Kita terisolasi dari dunia luar, ga bisa ngapa2in, karena tiap hari kerja kita sebagai ibu yang baru melahirkan, adalah : menyusui, menyusui, menyusui, dan menyusui. Oh man, gw kasih tau aja ya, lepas dari bonding2 ibu dan anak karena menyusui....hanya satu kata yang tepat untuk kegiatan menyusui ini : CAPEK! Tapi tau ga, kita, perempuan, haram hukumnya bilang capek menyusui. Kasian anaknya dong, ga dapat makanan, oh ibu berkorbanlah....nikmati masa2 menyusui, saat paling bahagia menjadi ibu....aaaaaaaaaarggggggggh!!!!! Paling males gw sama komen kayak gitu. Orang bilang, ntar kalo udah lewat masa2 menyusui, kita akan merindukan masa2 itu. Ya, waktu nyapih Joanna, emang sih gw nangis2 gila gitu karena sedih...tapi setelah lewat masa penyapihan, gila, gw ngerasa merdeka banget! Dan, sejujurnya, gw ngga mau deh kalo disuruh ngulang nyusuin lagi si Joanna. Oh tidak, cukuplah sudah masa2 begadang menghadapi newborn!

Motherhood, sebenarnya sesuci itukah wacana ini...sehingga sepertinya setiap orang di muka bumi ini selalu saja menyorot para ibu yang sedag hamil, melahirkan dan mengurus anaknya? Jika pengurusan anak tidak dilakukan sesuai dengan kaidah yang berlaku, maka itu dianggap menyimpang, dan ibu mendapat cap buruk dari masyarakat?

Baru2 ini, si Ria mengunjungi temannya yang baru ngelahirin. Dia ngunjungin dengan beberapa orang, dan di antara beberapa orang itu, katanya sih, ada dua orang yang ngerasa banget jadi ibu senior dan berpengalaman, dan ngerasa tau banget soal ngurus anak, dan mulai nasehat2in temannya yang baru ngelahirin ini. Katanya sih...dua orang ini kayak yang bangga banget gitu, karena pakar banget dalam hal melahirkan, menyusui, dan mengurus anak. Padahal juga, di antara teman2 Ria ini, ada juga yang anaknya udah banyak banget, tapi ibu yang ini diam aja, nyantai, ga ikut2an komen. Ga ngerasa motherhood adalah sebuah hal yang harus dikultuskan di sejagat raya.

Nah terus gw cerita sama James, trus dengan sok bijaknya James bilang gini :

Mereka (duo komen motherhood) seharusnya malu. Kalo seorang tentara bisa baris berbaris, itu udah biasa kan? Tapi kalo tentara jago komputer juga, itu baru luar biasa kan?

Gw jawab : Tapi kayaknya, tentara itu ngerasa bahwa mereka harus bisa baris berbaris aja, kalo bisa komputer juga, adalah haram.

Kata James : Nah, di situlah salahnya. Coba bayangin, seandainya tentara terperangkap di hutan, trus ga tau jalan keluar, tau2 dia nemuin satu komputer di tengah hutan itu (agak ga logic emang ini), dan dia ga bisa mengoperasikannya, padahal kalo bisa mengoperasikannya, komputer itulah yang akan menghubungkan dia dengan dunia luar, sehingga dia bisa cari jalan keluar.

Gw tanggapi : Jadi maksudnya, jangan "terperangkap" hanya pada satu peran aja gitu, karena jika kita terlalu menggantungkan diri pada satu hal saja, maka kita akan terperangkap di dalamnya dan ga akan bisa berkembang?

Kata James : Nah, itulah, tau kan yang kumaksud?

Menjadi seorang ibu memang pengalaman yang luar biasa. Dan gw bersyukur, gw punya seorang anak, darah daging gw sendiri. Gw hamil, melahirkan, dan merawat Joanna hingga dia sekarang mencapai umur 3 tahun. Tapi oh...apakah hidup gw hanyalah untuk Joanna saja? Dengan tegas gw katakan, tidak. Ada kebahagiaan lain yang gw rasakan, sebuah kebahagiaan saat gw menemukan diri gw sendiri, tanpa embel-embel peran ibu dan istri, saat gw bisa egois melakukan apa yang gw suka. Kebahagiaan itu hanya milik gw dan gw ngga usah membaginya dengan orang lain. Itu adalah saat2 gw berasa di kampus, merasakah hidup lain selain ngurus anak dan suami. Saat itu gw merasa fullfilled sebagai Rouli yang Rouli, bukan sebagai Rouli ibu Joanna atau Rouli istri James.

Banyak cara untuk tetap mempertahankan kedirian kita, saat masyarakat berusaha menguburnya dalam-dalam, di dalam satu peran bernama 'ibu'. Itu ngga usah selalu dengan berkarir, punya kerja kantoran, atau sekolah lagi. Bahkan melakukan hobby atau hal yang kita sukai pun, sudah cukup untuk mengeluarkan the other side of me, yang ngga selalu berkorban terus2an demi anak. Jangan terlalu memberikan diri kita semuanya untuk satu hal. Too fully devoted to one thing, surely will damage yourself. You'll be a slave of your own ideology, and you'll never enjoy a thing called : FREEDOM.

Motherhood emang penting, tapi bukanlah satu hal suci yang perlu diagung-agungkan sampai gimana banget. Motherhood hanya satu dari sekian banyak peran yang kita mainkan. Dan jika kita, para perempuan yang udah jadi ibu, ngerasa bete abis ngurus anak, kesel karena anak ngeganggu aktivitas kita, ngerasa capek abis karena urusan nyebokin, kasih makan anak, nyusuin anak ga ada abis2nya....apa yang salah dengan itu? Justru itu sangat normal, tanda kita emang beneran human being. After all, siapa sih yang tahan terus2an mengorbankan diri sendiri demi orang lain? Maka, pengkultusan motherhood yang sampai bikin para perempuan ga lagi punya jati diri lain selain "hanya" jadi ibu, adalah : bentuk opresi terhadap para ibu.

Untuk setiap ibu yang berani menjadi diri sendiri ketika masyarakat berusaha mati-matian mengubur jati diri kita dalam satu peran bernama ibu : SALUT! dari lubuk hati yang terdalam. Ngga gampang emang, tapi yang pasti, lebih membahagiakan daripada menekan diri sendiri. Akan hal itu aku yakin sepenuhnya.

1 comment:

  1. Keren kak;
    berkeluarga dan menjalankan segala peran yang mengikuti di dalamnya jangan sampai mematikan potensi pribadi kita.
    Setuju..setuju,
    semangat kak! ^_^

    ReplyDelete