Saturday, July 22, 2017

Memajukan orang lain


Setiap orang pasti ingin hidupnya maju. Lebih baik dari hari ke hari. Itu wajar. Siapa yang menginginkan kemunduran? Ngga ada kan?
Lalu kita melakukan segala usaha agar kita bisa semakin maju, sejahtera, makmur. Usahanya bisa halal, bisa juga tidak. Ada yang bekerja keras, berusaha mati-matian agar maju. Ada yang mengasah skill networking sana sini. Ada juga yang mungkin kurang sabar, jadi akhirnya cari cara pintas. Entah menjilat, nyogok sana sini, atau korupsi.
Mau cara yang halal atau tidak halal, intinya semua orang itu ingin agar hidupnya lebih baik dan lebih maju dari hari ke hari. Baik dalam hal keluarga, karir, materi, kepribadian.
Tapi, pernah ngga kita berpikir untuk memajukan orang lain dalam keseharian kita? Melalui pekerjaan, kegiatan sosial atau apa saja yang dapat kita lakukan.
Papa saya berkata pada saya, "Dalam bekerja, ada dua hal yang harus selalu diingat. Kita memajukan diri sendiri dan memajukan orang lain. Bekerja tidak ada gunanya jika diri sendiri yang maju, tapi kita tidak mampu memajukan orang lain."
Kata-kata itu diucapkan kepada saya di hari-hari pertama saya menjadi dosen. Saya lalu teringat hari-hari ketika Papa saya masih aktif menjadi dosen. Beliau berkembang, tapi tidak pernah lupa untuk mengembangkan orang lain. Setelah karirnya mulai stabil, beliau berupaya untuk memajukan rekan-rekannya yang lebih muda, agar lebih berkembang dan mendapat banyak pengalaman. Ada yang berterima kasih padanya, tetapi ada juga yang setelah ditolong malah pergi entah kemana. Tapi beliau tidak peduli. Sampai purna bakti pun track record Papa tetap sama: memajukan diri sendiri dan memajukan orang lain.
Sisi gelap manusia yang mungkin jarang diungkap terang-terangan adalah, kita tidak senang jika ada orang lain yang lebih baik dari kita. Kita merasa tersaingi, merasa terancam, merasa iri hati. Saya juga tidak memungkiri, sebagai manusia, saya punya perasaan-perasaan itu. Saya rasa semua manusia pasti merasa seperti itu jika melihat orang lain berhasil. "Wah dia udah naik pangkat aja, gue belum. Wah dia udah hebat, gue gini-gini aja." Timbul rasa tidak aman dalam diri kita dan ini sebenarnya normal.
Tapi sebenarnya perasaan-perasaan itu bisa diminimalisir jika kita percaya diri akan kualitas kita. Orang yang berkualitas pasti akan selalu memikirkan cara untuk memajukan orang lain, karena ia tidak takut bersaing dan percaya pada kemampuan dirinya. Dan jika orientasinya adalah untuk kemajuan, dia pasti akan berusaha agar orang lain berkembang sambil ia terus mengembangkan diri.
Saya selalu ingat etos kerja memajukan orang lain itu. Itu sebabnya, jika ada yang minta tolong pada saya dalam rangka pengembangan dirinya, saya selalu berusaha untuk membantu sebisa saya. Tentu waktu saya jadi tersita beberapa saat, tapi saya anggap ini bagian dari pekerjaan, jadi saya tidak merasakan sebagai sebuah beban. Di kelas juga saya selalu berusaha memberikan yang terbaik agar mahasiswa-mahasiswa saya dapat semakin berkembang. Kelak jika saya sudah lebih stabil karirnya, saya berharap dapat menggunakan kestabilan tersebut untuk lebih lagi memajukan orang lain, bukan hanya memajukan diri sendiri.
Beberapa hari yang lalu, saya mendapat pekerjaan tambahan yang sebenarnya saya ngga yakin dibayar atau ngga, tapi saya cukup bersemangat karena melalui pekerjaan ini saya dapat memajukan diri sendiri dan orang lain. Lalu ada teman yang menanggapi, "banyak kerjaan sih banyak kerjaan, tapi ada duitnya ngga?"
Memang susah jadi orang sok idealis, begitu dapat kerjaan, yang pertama-tama dilihat adalah hal-hal non material seperti kerjaan ini memajukan diri saya ngga, kerjaan ini mengembangkan orang lain ngga. Tidak heran, sampai hari ini saya ngga kaya-kaya. Tapi ya gimana, sejak kecil saya lihat contoh Papa saya yang selalu bilang, "kalau kerja jangan pikirin duitnya, jangan apa-apa mau duitnya dulu, tapi pikirin kerjaan itu bisa bikin kita dan orang lain berkembang atau ngga." Mama juga sama kayak gitu, kakek nenek saya juga. Bukan orang yang menilai apa-apa dengan uang.
Dalam hidup yang serba terburu-buru dan penuh dengan persaingan ini, ide memajukan orang lain mungkin terdengar usang. Ia mungkin jargon kuno yang sudah lekang dimakan waktu di dalam kehidupan yang berorientasi ambisi seperti saat ini. Dunia bergerak cepat dan penuh dengan persaingan yang membuat kita takut tertinggal. Tetapi, untuk saya, etos kerja memajukan orang lain hadir sebagai pengingat untuk saya bersikap lebih santai dan tidak terburu-buru dalam hidup ini, sebagai upaya untuk mengembalikan hakekat diri sebagai manusia yang pada dasarnya membutuhkan dan dibutuhkan orang lain.
Kita memang bertanggungjawab memajukan diri sendiri, tetapi kita juga mengemban tugas memajukan orang lain. Karena jika hidup kita tidak memberi manfaat untuk orang lain, di titik itu kita kehilangan sukacita memberi dan hidup menjadi menurun kualitasnya jika kita hanya memikirkan diri sendiri.
Bogor, 19 Juli 2017
Rouli Esther Pasaribu

No comments:

Post a Comment