Saturday, July 22, 2017

"Ngajar-ngajar aja?"


Salah seorang teman saya pernah merasa jengkel karena ia ditanya oleh temannya setelah sekian lama tidak bertemu.
"Lu sekarang ngapain? Ngajar-ngajar aja?"
Jika kalimat ini dianalisa, ungkapan "ngajar-ngajar aja" itu jelas punya maksud tersirat agak meremehkan profesi sebagai pengajar. Mungkin dalam bayangan orang yang melemparkan pernyataan ini, profesi pengajar itu kayak bukan "kerja beneran", karena kita hanya berdiri di depan kelas sekitar 2 jam untuk satu mata pelajaran, dan kalau di perguruan tinggi, tidak setiap waktu dari jam 9 sampai 5 sore kita berdiri di depan kelas untuk mengajar.
Jadi, sebenarnya "ngajar-ngajar aja" itu ngapain aja dong kalau rata-rata sehari berdiri di depan kelasnya hanya 3-5 jam?
Dari pengalaman saya "ngajar-ngajar aja", justru yang paling menyita waktu itu bukan real time mengajar di depan para mahasiswanya, tapi justru persiapan sebelum mengajarnya, dan memeriksa tugas-tugas dan ujian para mahasiswa.
Persiapan sebelum mengajar, untuk persiapan besar, biasanya kita mendesain materi ajar untuk satu semester ke depan. Jika mengajarnya dengan tim atau kelompok, materi ajar ditentukan bersama-sama. Untuk yang tim, ada koordinatornya dan jika mengajar dalam tim, taat pada koordinator adalah mutlak.
Untuk yang mata kuliah yang saya pegang sendiri, saya biasanya membaca feedback dari para mahasiswa di semester lalu, kemudian saya berusaha memasukkan saran dari mereka, materi yang bagus saya pertahankan. Pemilihan materi juga makan waktu cukup lama. Biasanya saya akan mencari beberapa materi baru dan bahan bacaan, lalu digabung dengan materi yang sudah saya miliki sebelumnya, dan saya pelajari dulu semua materi itu. Dari semua materi itu, saya lalu melakukan seleksi, mana yang masuk ke materi primer, mana yang materi pendukung. Selanjutnya, saya juga harus memikirkan strategi bagaimana caranya agar di kelas mahasiswa sebisa mungkin tidak merasa bosan. Mereka harus diajak berpikir terus dan "dijebak" untuk aktif, entah lewat presentasi atau lewat pertanyaan, sehingga tidak terasa, tahu-tahu kuliah telah berakhir.
Setelah membuat desain besar materi pengajaran, selanjutnya adalah masuk ke hal-hal yang sifatnya detil dan berbasis harian, yaitu menyiapkan materi ajar per minggu. Ini meliputi membuat power point, membuat pertanyaan-pertanyaan untuk lembar tugas, dan yang paling penting, mempelajari materi. Saya punya buku catatan per mata kuliah dan semua urutan kegiatan di kelas dalam setiap pertemuan pasti saya tulis, berikut dengan alokasi waktunya. Untuk kuliah bahasa, catatan saya paling banyak, karena meliputi pola-pola kalimat yang akan diajarkan hari itu berikut contoh-contoh kalimatnya. Bahkan materi yang terlihat "gampang" seperti Bahasa Jepang dasar pun saya tulis, karena saya bukan dewa yang hafal segala hal di luar kepala.
Setelah semua beres, baru saya "mentas" di kelas. Selesai "mentas" di kelas, saya mempersiapkan lagi materi untuk pertemuan berikutnya dan memeriksa tugas-tugas dan ujian para mahasiswa. Begitu terus berulang hingga satu semester berakhir.
Jadi, sebenarnya "ngajar-ngajar aja" itu sesungguhnya bukan "ngajar-ngajar aja". Bukan hanya satu hari cuap-cuap di kelas selama dua jam, lalu sisanya santai-santai sambil minum kopi. Demi bisa cuap-cuap maksimal selama dua jam, proses sebelum dan sesudahnya itu makan waktu lama. Dan itulah semua rangkaian kegiatan dari apa yang mungkin sebagian orang menamakannya "ngajar-ngajar aja".
Jadi kalau ada yang bilang, "Kerjaan lu ngapain? Lu ngajar-ngajar aja ya?"
Mari kita, pengajar, bilang dengan mantap: "Gue bukan ngajar-ngajar aja. Gue ngajar, karena emang gue ini pengajar."
Pengajar, jangan merasa rendah diri jika kita bukan orang kantoran atau dokter atau pengacara, yang entah mengapa, dianggap paling keren sejagat di dalam kancah pekerjaan. Kita, guru, entah guru pendidikan usia dini, dasar, menengah, pendidikan tinggi, adalah orang-orang yang diberi hak istimewa untuk menyentuh hidup dan hati generasi penerus, melalui distribusi dan produksi ilmu, sekaligus juga melalui teladan sikap dan perbuatan. Kita bukan ngajar-ngajar aja, bukan gunting-gunting kertas atau nyanyi-nyanyi aja (kalau kita guru TK). Semua tindakan kita bermakna karena kita sedang dalam proses mendistribusikan ilmu pada generasi di bawah kita. Bagaimana mungkin hal mulia seperti ini dirangkum dalam ungkapan konyol "ngajar-ngajar aja", "gunting-gunting kertas aja ", "nyanyi-nyanyi aja"?
22 Juni 2017
Rouli Esther Pasaribu

No comments:

Post a Comment