Saturday, July 22, 2017

Setiap orang punya waktunya masing-masing


Entah mengapa, manusia senang menyekat-nyekat fase hidup seseorang dengan melihat usianya dan jika seseorang sudah melampaui usia tertentu padahal diharapkan sudah mencapai satu tahap di usia tertentu itu dan yang bersangkutan belum mencapainya, maka orang itu dianggap agak aneh atau jadi bahan omongan karena hidupnya "tidak biasa".
Misalnya, menikah. Perempuan kalau sudah lewat 30 tahun dan belum ada tanda-tanda akan menikah, seringnya ditanya-tanya oleh orang-orang di sekitarnya.
"Kok belum ada calonnya sih?"
"Kapan nyusul nih? Kok adiknya udah duluan?"
Laki-laki, kalau kelamaan nganggur atau sudah berkeluarga dan belum dapat kerja, juga jadi bahan untuk ditanya-tanya.
"Sekarang ngapain?"
"Kok belum dapat kerja sih?"
"Kok ngga dapat-dapat kerja? Buka usaha aja kali, Ito..." (Ito: abang dalam Bahasa Batak)
Kalau agak anti mainstream udah ibu-ibu tapi kuliah lagi, di luar negeri pula, maka ngga jarang pertanyaan kayak gini akan muncul.
"Kok kuliah lagi sih?"
"Kok ninggalin anak dan suaminya sih?"
"Nanti suaminya di sana ngapain?"
"Ingat umur lho, udah ngga muda lagi."
Pertanyaan-pertanyaan di atas sih pertanyaan-pertanyaan yang saya terima ketika memutuskan untuk kuliah lagi.
Padahal ya, fase hidup masing-masing orang itu berbeda-beda. Ada seribu orang, berarti ada seribu cerita kehidupan. Lalu, kita ini semua punya kecenderungan ingin menyempitkan cerita-cerita itu menjadi hanya satu cerita saja: lulus kuliah umur sekian, mulai bekerja umur sekian, menikah umur sekian, punya anak umur sekian, punya rumah sendiri umur sekian. Padahal, hidup seseorang itu tidak selancar itu. Ada yang menikah muda baru lanjut kuliah lagi. Ada yang sudah punya anak dan berhenti bekerja, lalu ketika anaknya besar bekerja lagi. Ada yang kerjanya sudah bagus tapi kemudian dipecat dan butuh waktu lama untuk bekerja lagi. Ada yang nikahnya lambat karena berbagai faktor. Ada banyak cerita yang bervariasi dalam hidup setiap dari kita.
Setiap orang punya waktunya masing-masing. Mari lebarkan kisah, jangan hanya menyempitkan cerita menjadi satu naratif saja. Waktu kita bukan waktu orang lain. Cerita kita berbeda dengan cerita orang lain. Tidak ada cerita yang paling bagus, paling hebat, paling luar biasa. Bagus tidaknya sejarah hidup seseorang itu bukan tergantung standar masyarakat, tapi tergantung masing-masing orang yang menjalaninya. Dan setiap kisah itu bukan untuk dipertandingkan, karena masing-masing orang sudah punya pertandingan, perjuangan, dan jalannya sendiri, dan ia pertama-tama bertanding melawan dirinya sendiri, bukan melawan orang lain.
19 Juni 2017
Rouli Esther Pasaribu

No comments:

Post a Comment